Kisah petarung UFC berdarah Palestina yang merangkak berjuang, sampai meraih gelar juara kelas welter UFC. Hanya seseorang dengan mental jawara yang mampu jadi juara, meski yang dikecapnya dalam debut alias pertandingan perdananya di UFC adalah kalah. Ia sering mengenakan keffiyeh, simbol perjuangan Palestina, saat masuk ke arena. “Saya ingin dunia tahu bahwa Palestina bukan hanya tentang konflik. Kami adalah orang-orang dengan mimpi, harapan, dan tekad seperti orang lain,” katanya dalam wawancara dengan Al Jazeera.
Pada 27 Juli 2024, dunia mixed martial arts (MMA) menyaksikan momen bersejarah saat Belal Muhammad, petarung berdarah Palestina, berhasil merebut gelar Juara Kelas Welter UFC dalam ajang UFC 304 di Manchester, Inggris. Dengan keputusan mutlak juri, ia mengalahkan Leon Edwards, petarung asal Inggris yang sebelumnya menjungkirkan Kamaru Usman, mantan juara kelas welter yang fenomenal. Kemenangan itu menjadikan Muhammad petarung keturunan Palestina pertama yang meraih gelar juara di Ultimate Fighting Championship (UFC).
Namun, kebahagiaan tersebut tak berlangsung lama. Pada 31 Oktober 2024, Muhammad terpaksa mengundurkan diri dari pertarungan pertamanya sebagai juara melawan Shavkat Rakhmonov di UFC 310 mendatang. Ia mengalami infeksi tulang pada kaki, memaksanya beristirahat dari dunia yang telah membesarkan namanya. Di balik kemenangan dan cobaan tersebut, tersimpan cerita perjuangan panjang yang layak untuk dikenang.
Keluarga imigran Palestina
Belal Muhammad lahir pada 9 Juli 1988 di Chicago, Amerika Serikat. Orang tuanya adalah imigran Palestina yang mencari kehidupan lebih baik di negeri Abang Sam. Tumbuh di lingkungan multietnis di Chicago, Muhammad kecil terbiasa menghadapi stereotip dan diskriminasi yang sering dialami komunitas Muslim dan Timur Tengah di AS.
Dalam wawancara dengan ESPN, Belal mengenang masa kecilnya sebagai periode penuh tantangan. “Kami tumbuh dengan mengetahui siapa diri kami, tetapi juga sadar bahwa banyak orang di sekitar kami tidak memahami budaya atau latar belakang kami,” ujar Belal. Ayahnya menjalankan toko swalayan kecil, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang gigih mendidik anak-anaknya agar tetap bangga dengan akar Palestina mereka.
Ketertarikan Muhammad terhadap olahraga muncul sejak dini. Ia awalnya bermain sepak bola dan gulat di sekolah menengah, tetapi kecintaannya pada MMA muncul saat menonton tayangan UFC di awal tahun 2000-an. “Saya langsung jatuh cinta dengan MMA karena itu adalah olahraga yang menantang Anda untuk menjadi lebih baik di segala aspek,” katanya.
Setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Illinois dengan gelar di bidang hukum, Belal memutuskan untuk mengejar karier di MMA — sebuah keputusan yang tidak mudah dibicarakannya di antara keluarga. Dengan latar belakang keluarga sederhana, ia harus membagi waktu antara latihan keras dan membantu bisnis keluarga. Ia memulai debut profesionalnya pada tahun 2012 di ajang kecil regional di Chicago.
Belal tidak langsung menarik perhatian dunia. Gaya bertarungnya yang mengandalkan teknik grappling dan control, membuat pertandingan sering dianggap kurang atraktif. Namun, ia terus berkembang, mencatatkan kemenangan demi kemenangan, Itu akhirnya membawanya masuk ke UFC pada 2016. Saat itu, ia menggantikan petarung lain dengan pemberitahuan singkat untuk menghadapi Alan Jouban. Meski kalah dalam debutnya, ia menunjukkan semangat pantang menyerah yang menjadi ciri khasnya.
Perjuangan berat menuju puncak
Nama Belal Muhammad memang tidak langsung menjadi sorotan di UFC. Ia kerap dianggap underdog dana pelengkap penderita dalam banyak pertandingan. Namun, Belal membuktikan bahwa kerja keras mengalahkan segalanya. Dalam delapan tahun kariernya di UFC, ia mengumpulkan rekor kemenangan yang konsisten, termasuk kemenangan atas nama-nama besar seperti Vicente Luque, Stephen Thompson, dan Sean Brady.
Sebagai petarung berdarah Palestina, Muhammad membawa identitasnya ke dalam setiap pertarungan. Ia sering mengenakan keffiyeh, simbol perjuangan Palestina, saat masuk ke arena. “Saya ingin dunia tahu bahwa Palestina bukan hanya tentang konflik. Kami adalah orang-orang dengan mimpi, harapan, dan tekad seperti orang lain,” katanya dalam wawancara dengan Al Jazeera.
Menjelang pertarungannya dengan Leon Edwards, juara kelas welter, di UFC 304, Belal menghadapi tantangan terbesar dalam kariernya. Edwards adalah petarung yang mengalahkan Kamaru Usman, salah satu juara paling dominan dalam sejarah UFC. Banyak yang meragukan kemampuannya untuk menandingi Edwards. Ia membuktikan sebaliknya.
Belal bekerja keras bersama tim pelatihnya di Chicago dan Abu Dhabi, mempersiapkan strategi yang matang. “Kami tahu bahwa Leon adalah striker yang luar biasa, tetapi kami fokus pada kekuatan Belal di grappling dan tekanan konstan,” ujar pelatihnya, Mike Valle. Hasilnya adalah pertarungan yang tak terlupakan, di mana Belal berhasil mendominasi Edwards melalui kontrol permainan dan keunggulan stamina.
Cedera dan pertarungan yang tertunda
Kemenangan atas Edwards membawa Belal ke puncak dunia MMA. Namun, kehidupan sebagai juara tidak berjalan mulus. Pertarungan pertamanya sebagai juara melawan Shavkat Rakhmonov, petarung asal Kazakhstan yang juga seorang Muslim, harus ditunda karena infeksi tulang yang dialami Belal.
“Ini adalah masa yang sulit bagi saya. Sebagai seorang juara, saya ingin membuktikan bahwa saya layak berada di puncak,” ujarnya dalam unggahan di media sosial. “Tapi saya percaya bahwa setiap cobaan adalah bagian dari rencana Allah.”
Rakhmonov sendiri adalah petarung yang disegani, dengan rekor kemenangan 100 persen di UFC. “Saya menghormati Shavkat sebagai sesama Muslim dan petarung yang luar biasa. Tapi di dalam oktagon, kami akan memberikan segalanya,” kata Belal.
Selain menjadi atlet, Belal Muhammad dikenal sebagai sosok yang vokal membela isu-isu sosial, terutama yang berkaitan dengan Palestina. Ia sering menggunakan platform media sosialnya untuk menyuarakan dukungan bagi rakyat Palestina dan mengkritik ketidakadilan yang terjadi di sana.
Belal juga aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan. Pada 2023, ia menggalang dana untuk membantu anak-anak Palestina yang terdampak konflik. “Saya ingin menggunakan platform ini untuk membawa perubahan. Bagi saya, kemenangan sejati adalah ketika kita bisa membantu orang lain,” ujarnya dalam wawancara dengan The Guardian.
Belal Muhammad bukan hanya seorang juara dunia. Ia adalah simbol perjuangan dan harapan bagi banyak orang, khususnya komunitas Palestina dan Muslim di seluruh dunia. Dari awal kariernya yang penuh rintangan hingga menjadi juara UFC, Belal membuktikan bahwa tekad dan kerja keras dapat mengatasi segala keterbatasan.
“Saya ingin orang-orang melihat bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Tidak peduli dari mana Anda berasal atau apa latar belakang Anda, Anda bisa mencapai apa pun yang Anda impikan,” katanya.
Kisah Belal Muhammad adalah cerita tentang keberanian, kerja keras, dan keteguhan hati. Sebagai petarung pertama berdarah Palestina yang menjadi juara dunia UFC, ia telah membuka jalan bagi generasi berikutnya untuk bermimpi lebih besar. Meski saat ini ia harus menghadapi cobaan berupa cedera, semangatnya untuk terus berjuang tetap menyala.
“Saya akan kembali lebih kuat,”kata Belal, tegas. Dunia MMA, bersama jutaan penggemarnya, menunggu momen tersebut dengan antusias. [dsy/berbagi sumber]