Seringkali masyarakat menghadapi situasi dimana kredit menjadi sebuah pilihan. Situasi ini memunculkan pertanyaan apakah kredit termasuk riba atau bukan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Abdul Somad (UAS) memberikan penjelasan transaksi jual beli yang diperbolehkan serta dilarang dalam Islam.
Dalam penjelasannya, transaksi jual beli dengan sistem kredit tidak dilarang, asalkan segala hal terkait waktu dan tambahannya diatur dengan jelas.
“Lembaga Fiqh Islam membolehkan jual beli dengan tempo (kredit), pada konferensi ke-6 yang dilaksanakan di Jeddah pada 14 Maret 1990, dalam keputusan No.53/2/6 tentang jual beli. Fatwa dalam masalah ini, boleh,” kata UAS dalam bukunya, ‘Ustadz Abdul Somad Menjawab’.
Sedangkan riba tidak diperbolehkan dalam Islam. Karena itu umat Islam dituntut berhati-hati agar tidak terjerumus dalam praktik riba.
UAS pun mencontohkan transaksi jual beli yang boleh dan tidak boleh dalam Islam.
“Anda pergi ke bank konvensional ditanya, ‘Mau apa pak?’”
“Mau beli mobil“
“Harganya berapa?”
“Rp200 juta”
“Baik, saya kasih pinjaman uang Rp200 juta, besok (nanti) ngembalikannya Rp220 juta dengan dicicil”
“Ini tidak boleh,” jawab UAS.
Kemudian UAS membandingkannya dengan bank syariah.
“Di sana (bank syariah) Anda ditanya, ‘Mau apa pak?”
“Beli mobil”
“Harganya berapa?”
“Rp200 juta”
“Baik, mobil itu akan kami beli dan menjadi milik kami. Setelah itu bapak silakan membeli ke kami dengan cara dicicil dengan harga Rp220 juta”.
“Ini baru boleh, karena akadnya membeli barang, barang dengan uang. Bukan uang dengan uang, namanya riba. Jadi perhatikan akadnya baik-baik,” pesan UAS.
Menurutnya jual beli dengan cara kredit jika tidak ada keberatan di dalamnya, jika waktu dan tambahannya diketahui, diperbolehkan dalam Islam. Bahkan meski harga kreditnya lebih mahal dari pada kontan.
“Karena penjual dan pembeli sama-sama mendapat manfaat. Penjual mendapat manfaat tambahan harga, dan pembeli mendapat manfaat tempo (jangka waktu),” jelas UAS.
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, bahwa seorang budak bernama Barirah (dahulu budak masih dilegalkan) dijual oleh tuannya dengan cara kredit selama 9 bulan, 1 tahunnya 40 Dirham.
Ini menunjukkan bolehnya jual beli kredit. Karena tidak ada unsur gharar (tidak pasti) di dalamnya, juga tidak ada riba dan jahalah (tidak jelas).
Maka boleh, sama seperti jual beli lainnya, jika barang yang dijual itu hak milik di penjual dan berada dalam kekuasaan saat transaksi jual beli berlangsung.