Ototekno

Berekspresi di Ruang Digital Bukan Bablas Tanpa Batas

Senin, 14 Nov 2022 – 20:30 WIB

ruang Digital

Istockphoto

Penetrasi internet, khususnya media sosial, menjadi ruang baru bagi publik untuk menyuarakan pendapatnya atau menjadi wadah berekspresi. Sayangnya, ruang digital tersebut kerap disalahgunakan untuk menebar hoaks atau ujaran kebencian. Oleh karena itu, dibutuhkan etika digital yang menjadi standar berekspresi di ruang digital.

Demikian kesimpulan dalam webinar yang bertema “Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital”,  baru baru ini di Balikpapan, Kalimantan Timur, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Webinar ini menghadirkan narasumber, yaitu dosen Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta Puri Bestari Mardani; Anggota dan pengurus Hubungan Masyarakat Wiwiek Dwi Endah; dan dosen Universitas Dian Nuswantoro dan Founder Quadrant Communication Zahrotul Umami.

Menurut Zahrotul Umami, kebebasan berekspresi adalah hak setiap individu yang dijamin undang-undang. Hak ini mencakup kebebasan berpendapat tanpa campur tangan dan untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi atau ide melalui media apapun tanpa memandang batas. Ragam hak di ruang digital, antara lain hak untuk mengakses, hak untuk mengeluarkan pendapat, dan hak untuk merasa aman.

Namun demikian, imbuh Zahrotul, ada hak digital, ada pula tanggung jawabnya. Menurut dia, tanggung jawab tersebut adalah menjaga hak atau reputasi orang lain. Menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, kesehatan umum, atau moral publik juga menjadi bagian dari tanggung jawab di ruang digital.

“Dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Mari mengisinya dan menjadikannya sebagai ruang berbudaya tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak tumbuh dan berkembang, sekaligus tempat kita sebagai bangsa hadir bermartabat,” ucapnya.

Sementara itu, Puri Bestari menambahkan, kebebasan berekspresi di ruang digital tetap membutuhkan etika. Ada beberapa larangan yang harus dipatuhi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi tersebut. Ia mencontohkan jenis foto yang sebaiknya tidak diunggah di media sosial, yaitu foto anak sedang mandi atau tanpa busana, foto informasi pribadi, atau foto memalukan yang berpotensi di-bully.

“Jika ada anak lain bersama Anda, sebaiknya meminta izin orang tuanya sebelum mengunggah foto tersebut di media sosial. Sebab, tidak semua orang tua berkenan foto anaknya dipublikasikan di media sosial,” tuturnya.

Puri menambahkan, saat hendak mengekspresikan pendapat atau sesuatu di media sosial, ia menyarankan agar mengingat hal-hal berikut sebelum mengunggahnya. Pertama, hal yang diunggah adalah hal positif; kedua, mengandung kebenaran; ketiga, bermanfaat atau berguna bagi banyak orang; serta keempat, unggahan tersebut bersifat penting dan perlu.

Terkait kesantunan di ruang digital, menurut Wiwiek Dwi Endah, hal yang patut diperhatikan adalah mengutamakan kesantunan, mempertimbangkan waktu, mengendalikan emosi, selalu merespons dengan cepat, serta tidak berlebihan menggunakan emoticon di aplikasi percakapan.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button