Bergelut dengan Rencana Tarif Trump


Santi Widianingsih, mahasiswi Indonesia di Amerika Serikat, dari ujung telepon terdengar menahan kecewa. Rencana yang sudah disusun sejak pertama kali menginjakkan kaki di Negeri Abang Sam dua tahun lalu, buyar setelah Presiden Donald Trump dilantik menjadi orang nomor satu.

Awalnya, Santi ingin mencoba peruntungan dengan magang atau bekerja di Amerika Serikat (AS) setelah lulus kuliah S2 dari Universitas Minnesota, namun persis enam bulan sebelum kuliahnya rampung, Trump dilantik. Hal pertama yang dilakukan Trump adalah memperketat kebijakan imigrasi.

Satu bulan berselang, Trump menerbitkan kebijakan memperketat anggaran hingga jutaan PNS yang bertugas di pemerintah pusat atau federal, terkena PHK. Kondisi ini membuat mencari lapangan pekerjaan di AS, bahkan sekadar magang pun, cukup susah.

Pada Kamis (3/4/2025) Trump kembali membuat geger dengan mengumumkan tarif impor baru pada puluhan negara, yang besarnya bervariatif. Total ada 25 negara yang terkena tarif universal dan 75 negara yang kena tarif timbal balik. Indonesia kena tarif timbal balik 32 persen oleh Trump.

“Akhir pekan lalu, saya ke Chichago untuk menghadiri acara sebuah seminar. Harga makanan di sana rata-rata di atas US$10 per porsi. Di area kampus saya atau wilayah lain, jajan di food truck pun, harganya sama dengan harga di restoran (di atas US$10 per porsi),” kata Santi, yang seorang mahasiswa penerima beasiswa Fullbright.

Santi awalnya berencana membelikan oleh-oleh biscuit khas AS untuk keluarganya di Jawa Tengah, namun niat itu diurungkan. Pasalnya, harga sekaleng kecil biscuit dibandrol US$25 (Rp420 ribu). Bagi Santi, harga tersebut cukup berat bagi mahasiswa yang tak punya pekerjaan sampingan sepertinya. Terlebih, setelah pulang dari AS, dia masih harus bertarung mencari pekerjaan.

Santi  menceritakan untuk makan sehari-hari, dia selalu memasak. Sebab jika tidak, uang saku beasiswanya tak akan cukup.          

“Keadaan sekarang kaya gini, jadi Juni nanti Insya Allah pulang ke Indonesia (tidak jadi cari kerja di AS). Buat yang sedang berburu beasiswa, pikir-pikir lagi kalau mau ke Amerika,” ujar Santi dalam wawancara dengan inilah.com, Rabu (9/4/2025).  

Trump kembali bikin melongo ketika pada 9 April 2025 mengumumkan mengubah arah kebijakannya. Dalam unggahan di media sosial, Trump mengatakan serangkaian tarif impor baru dari banyak mitra dagang terbesar AS, dihentikan sementara.

Trump mengindikasikan gejolak di pasar keuangan setelah penerapan tarif impor baru turut memengaruhi keputusannya. Penundaan itu dilakukan hanya 13 jam berselang sejak pemberlakuan tarif impor yang baru. 

Hariyadi Sukamdani, Ketua Persatuan Pengusaha Hotel Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, memperingatkan tarik-ulur yang dilakukan Trump ini hanya menimbulkan ketidakpastian.

“Sebenarnya ini sudah terpikirkan, selalu terjadi gejolak seperti ini. Siapapun pemimpin AS, kalau keputusannya aneh – pasti akan membuat ketidakpastian,” kata Hari kepada inilah.com, Sabtu (12/4/2025).

Hari mengatakan perdagangan AS dengan Indonesia relatif kecil dibanding negara lain. Berkaca pada neraca perdagangan, Indonesia surplus dibanding AS.

Hari menyebut AS adalah negara importir terbesar di dunia. Dengan begitu, jika negara ini berulah, akan berdampak ke negara lain.

Contohnya, ketika China bermasalah dengan AS, maka barang-barang China diprediksi semakin membanjiri pasar Indonesia karena China akan mencari pasar yang baru.

“Dalam 90 hari ke depan apa lagi yang akan diperbuat Trump, tidak ada yang tahu. Kita juga belum tahu reaksi China akan bagaimana,” ujar Hari.

Gedung Putih dalam websitenya menulis Presiden Trump mengakui awal keputusannya menaikan tarif impor ke Indonesia karena balas dendam terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Trump mempersoalkan kebijakan TKDN Indonesia, birokrasi perizinan impor yang sulit hingga kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto yang pada tahun ini mengharuskan perusahaan di sektor sumber daya alam (SDA) menyimpan pendapatan ekspornya di rekening Indonesia untuk transaksi senilai USD 250.000 (Rp4 miliar) atau lebih.

“Tindakan berani Presiden Trump bertujuan mengatasi hambatan perdagangan, dengan menargetkan tarif, standar regulasi yang berbelit, dan pembatasan, untuk meningkatkan akses pasar bagi bisnis AS,” kata Juru bicara Kedutaan Besar AS di Jakarta menjawab pertanyaan inilah.com, terkait dengan alasan memberlakukan tarif impor 32 persen pada Indonesia, Kamis (10/4/2025). Sebelumnya, tarif impor AS yang diberlakukan ke Indonesia umumnya sekitar 3.3 persen.  

Utang AS
Dalam dunia ekonomi, tarif adalah pajak yang dikenakan pada barang dan jasa dari negara lain, dan tarif adalah salah satu pendapatan negara.

Tak pelak, rencana Trump memberlakukan tarif impor gila-gilaan membuat orang mengungkit-ungkit status utang AS.  

Utang AS saat ini salah satu yang terbesar di dunia. Utang yang dimiliki publik saat ini mencapai US$28,9 triliun atau setara dengan 100 persen dari PDB.  Kantor Akuntabilitas Pemerintah non-partisan memprediksi utang tersebut akan tembus 107 persen dari PDB pada 2027.

Sedangkan Kementerian Keuangan AS mencatatat total utang, yang mencakup kewajiban untuk program-program tunjangan pemerintah, mencapai US$36,2 triliun.

Jumlah utang yang terus bertambah dan bunga dari utang tersebut yang juga membengkak, telah mendorong kenaikan biaya pinjaman. Pemerintah AS menggelontorkan US$881 miliar (Rp14 triliun) hanya untuk membayar bunga utang pada tahun fiskal terakhir.

Selain penghematan, Trump juga harus putar otak agar utang AS ini tidak terus melambung.  

Lalu, apa yang dilakukan Indonesia terkait dengan rencana tarif impor baru AS ini atau yang sekarang akrab disebut Tarif Trump? Dalam pengumuman pada Selasa (8/4/2025), Prabowo memutuskan melobi AS, bukan membalas atau melawan kenaikan tarif impor ini.

Saat yang sama, tercetus gagasan di dalam negeri untuk membuka keran impor. Terkait dengan hal ini, Hari mewanti-wanti bahwa melonggarkan keran impor hanya efektif jika komoditas dalam negeri ada yang kurang, misal gula dan daging.

Pemerintah diminta cerdas untuk memutuskan mana keran impor yang dilepas dan mana yang harus direm demi menjaga industri dalam negeri. Sebab harus ada keberpihakan pada pasar dalam negeri.  

“Pemerintah harus melihat secara strategis apa yang kita butuhkan. Contoh gula, ngapain di-kuota karena dalam negeri butuh. Perkebunan tebu harusnya dibangun kalau memang ingin serius membatasi impor gula,” kata Hari.

Hari mengatakan para pengusaha di Indonesia berharap ada evaluasi mata rantai produksi secara keseluruhan terkait dengan rencana pembukaan keran impor. Caranya, dengan membandingkan harga jika suatu produk diproduksi di Indonesia dan di negara lain. Untuk membedah hal itu, dibutuhkan dukungan dari pemerintah.

Hari menceritakan seorang rekannya yang menjajal usaha cokelat almond harus menanggung kecewa. Pasalnya, harga cokelat almond impor lebih murah daripada buatan dalam negeri. Dengan begitu, Hari mengingatkan agar kebijakan impor dan ekspor di Indonesia harus membuat produk dalam negeri tetap kompetitif.