Ototekno

Berkaca dari Elon Musk dan Twitter, Akun Palsu Distopia Dunia

Bagi yang aktif di media sosial, menemukan bot dan akun palsu adalah hal biasa dan dianggap wajar. Tapi sebenarnya sudah meresahkan. Salah satu yang mulai gerah dengan bot dan akun palsu adalah Elon Musk yang menunda membeli saham Twitter dan meminta penjelasan soal ini. Entah sampai kapan fenomena ini akan berlangsung di dunia maya?

Elon Musk, kemarin menegosiasi ulang keputusan membeli Twitter dari penawaran sebelumnya US$44 miliar atau setara Rp644 triliun setelah ragu dengan klaim akun palsu di platform itu yang berjumlah 5 persen dari total pengguna aktif harian. Miliarder dunia itu menyebut setidaknya 20 persen pengguna Twitter adalah palsu.

Istilah akun palsu mengacu pada akun media sosial yang dibuat tanpa identitas asli pembuatnya. Banyak orang mengistilahkan berbeda tentang akun palsu. Ada yang menyebutnya fake account, akun anonim, akun bodong atau istilah-istilah lainnya yang kurang lebih sama artinya.

Akun-akun palsu ini juga seringkali melibatkan mesin seperti bot yang merupakan program perangkat lunak diatur secara otomatis untuk melakukan tugas tertentu. Pemrogram menggunakannya untuk secara otomatis berinteraksi dengan akun lain atau untuk menyebarkan spam, virus, dan iklan di jaringan.

Motifnya pun beragam, dari yang sekadar menyamarkan identititas agar tidak diketahui orang, berdasarkan kepentingan bisnis atau memang dibuat untuk menipu orang lain di media sosial. Ada pula yang menjadi alat untuk memicu pertengkaran politik, menyebarkan berita palsu, menciptakan perpecahan dan ketidakpercayaan.

Akun palsu sering memiliki kepentingan bisnis dan promosi merek tertentu, kepentingan politik hingga para penguasa. Bahkan seringkali akun palsu bersama-sama menyerang seseorang dengan sadis tanpa etika. Tak jarang akun palsu ini dikelola dalam sebuah organisasi dengan sistem yang rapih dan bergerak disertai komando yang jelas.

Di Indonesia publik sudah sering mendengar istilah buzzer politik atau buzzer sebuah produk. Buzzer menggunakan beragam strategi untuk mengamplifikasi sebuah pesan. Cara kerjanya, dalam mempromosikan kandidat politik ataupun kepentingan politik seringkali lekat dengan bias, disinformasi, dan kampanye hitam. Strategi kotor untuk menyerang para lawan politiknya.

Para buzzer ini bisa disebut Troll yakni manusia nyata yang menunjukkan perilaku online yang destruktif dan hiperaktif, seperti bot. Mereka sering dibayar untuk melecehkan tokoh masyarakat atau organisasi atau musuh politiknya.

Tak jarang kasus yang merugikan dari akun palsu ini berlanjut ke ranah hukum dengan laporan kepada kepolisian. Sudah banyak kisruh dan kasus gara-gara ulah para pemegang akun palsu di medsos ini.

Profil Tak Jelas

Akun palsu biasanya memakai foto profil yang tidak jelas, bisa memakai foto profil orang lain (misalnya foto artis), atau bisa juga memakai foto profil tokoh kartun, gambar pemandangan, benda, makanan, bahkan banyak juga yang tidak memasang foto profil.

Bagi Anda yang akrab dan terlatih dengan medsos dapat dengan cepat mengetahui apakah akun orang lain itu dioperasikan oleh manusia atau bot. Dari nama akunnya saja seringkali aneh-aneh. Seperti @tidakakankelainhati, @jawaratakberpedang, @lelakiidamanjanda, dan nama-nama lain yang aneh, lucu dan sepertinya tak masuk akal.

Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru. Perusahan platform media sosial sudah tahu keberadaan akun palsu ini dan melakukan beragam antisipasi. Dari mulai menutup celah, memperbaikinya hingga menghapus jutaan profil palsu. Namun fenomena ini sepertinya tak akan pernah hilang.

Ada yang menyebut profil palsu yang ada di jejaring sosial di dunia mencapai 13 persen atau setara dengan hampir 270 juta akun palsu. Para peneliti pasar di Ghost Data dalam sebuah survei untuk Instagram mengutip basicthinking.com, menyebut ada sekitar 95 juta bot dan akun palsu. Sedangkan di Twitter antara 8,8 persen hingga 14,6 persen adalah profil palsu atau sekitar 29 juta dan 48 juta profil.

Sementara sumber lain menyebut Facebook memperkirakan bahwa 5 persen dari pengguna bulanannya di seluruh dunia adalah palsu. Jejaring sosial di dunia selama ini sudah menghapus sekitar 1,7 miliar akun penipuan pada kuartal kedua tahun 2021 saja. Menurut perkiraan, biaya penipuan iklan di Instagram saja gara-gara akun palsu ini mencapai US$500 juta.

Melanggar Hukum?

Lalu apakah membuat akun palsu di Indonesia melanggar hukum? Para pengguna sosial media tidak dapat seenaknya membuat akun palsu apalagi menggunakan identitas yang tidak benar atau orang lain.

Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hukum membuat fake account di media sosial dengan menggunakan identitas orang lain diancam dengan sanksi pidana. Hal tersebut diatur dalam pasal 35 jo pasal 51 ayat 1 No.11 Tahun 2008 UU ITE.

Terungkap dalam penjelasannya bahwa jika seseorang dengan sengaja membuat akun palsu atas nama orang lain, akan diancam pidana paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda maksimal Rp12.000.000.000 (dua belas milyar rupiah).

Menipu Dunia

Berkaca pada kasus Elon Musk dan Twitter, persoalan akun bodong sudah menjadi keresahan dunia. Seorang tokoh atau selebriti dunia bisa melesat tinggi pamornya sementara tokoh lainnya dalam sekejap terperosok ke dalam jurang kehancuran lewat peran akun-akun seperti ini.

Bagaimana pula sebuah merek global yang bisa melejit setinggi langit tanpa kita banyak tahu kebenaran dan kualitas produknya. Bahkan sebuah pemilihan presiden di negara sebesar Amerika Serikat tak bisa lepas dari campur tangah akun-akun palsu dan bot ini.

Akun palsu sering bikin heboh dunia. Mungkin Anda masih ingat, pada tahun 2014, The Washington Post memuat sebuah cerita berjudul ‘Peringatan ironi: Tweet pertama dari akun Putin memberi selamat kepada Obama?’ Empat tahun kemudian, Business Insider menerbitkan sebuah artikel tentang akun Presiden Rusia Putin yang hanya diikuti 19 orang di Twitter, salah satunya telah meninggal lima tahun lalu.

Ternyata kedua media tersebut ditipu oleh akun Twitter palsu berbahasa Inggris yang menyamar sebagai Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dibuat pada November 2012, akun palsu tersebut telah mengumpulkan hampir satu juta pengikut pada November 2018, sampai akhirnya ditangguhkan oleh Twitter karena terbukti akun bohong. Akun penipu ini sebagian besar me-retweet pernyataan resmi Kremlin, dan bukan informasi yang salah sehingga memungkinkannya untuk tidak terdeteksi begitu lama.

Yang jelas, akun palsu ini telah membuat kehidupan semakin penuh dengan tipu-tipu dan menjadi distopia dunia. Sampai kapan dunia seperti ini menjadi keseharian kita? [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button