Karier profesional Haney dimulai pada usia 17 tahun. Karena masih terlalu muda untuk bertanding di Amerika Serikat, ia memulai debutnya di Meksiko, di mana peraturan mengizinkan petinju di bawah usia 18 tahun untuk bertanding. Pengalaman bertarung di Meksiko tidak hanya membentuk keterampilannya, tetapi juga mentalitas juaranya. “Saya belajar bagaimana bertahan dalam kondisi yang sulit. Setiap pertarungan di sana adalah ujian,” kenangnya.
Pada malam 20 Mei 2023, Devin Haney, juara dunia tinju kelas ringan, berdiri di tengah ring MGM Grand Garden Arena, Las Vegas, AS. Di hadapannya tegak Vasiliy Lomachenko, mantan juara dunia tiga divisi yang dikenal dengan kecepatan dan kecerdasannya di atas ring. Pertarungan itu menjadi salah satu duel paling dinantikan dalam sejarah tinju kelas ringan dunia.
Selama 12 ronde penuh ketegangan, Haney menghadapi tekanan luar biasa dari Lomachenko yang menunjukkan pengalaman dan tekniknya. Namun, dengan determinasi tinggi, Haney membalas serangan demi serangan, memanfaatkan jab cepat dan serangan ke tubuh yang konsisten untuk melemahkan lawannya. Ketika bel terakhir berbunyi, hasil pertarungan pun diumumkan: Devin Haney dinyatakan menang melalui keputusan angka.
Keputusan itu segera menuai kontroversi. Banyak pengamat merasa Lomachenko layak menang, bahkan beberapa menyebutnya sebagai korban keputusan juri yang tidak adil. Namun, pelatih tinju legendaris Teddy Atlas membela Haney. “Devin menggunakan strategi yang tepat. Serangan ke tubuhnya menghentikan ritme Lomachenko. Anda tidak bisa mengabaikan efektivitas itu,” ujar Atlas dalam podcastnya, The Fight. Komentator ESPN, Timothy Bradley, juga menyatakan bahwa meskipun pertarungan berlangsung ketat, Haney layak menang karena berhasil mencetak poin penting di ronde-ronde awal yang menentukan.
Haney merespons kritik yang mengecilkan dirinya itu dengan sikap tenang. Dalam wawancara pasca-pertarungan, ia hanya berkata singkat. “Orang-orang selalu punya opini, tetapi saya tahu saya bekerja keras untuk menang. Saya menghormati Lomachenko, dia lawan yang hebat. Tapi malam ini adalah malam saya.” Sikapnya mencerminkan kedewasaan seorang juara muda yang menghadapi tekanan besar di usia yang baru 24 tahun.
Lahir pada 17 November 1998 di San Francisco, California, Devin Haney tumbuh dalam lingkungan yang penuh tantangan. Sejak kecil, ia menunjukkan semangat kompetitif yang luar biasa. Ayahnya, Bill Haney, seorang mantan petinju amatir, mengenalkan Devin pada dunia tinju saat ia baru berusia tujuh tahun. “Devin selalu punya tekad besar,” kata Bill dalam sebuah wawancara. “Bahkan saat anak-anak lain bermain di luar, Devin memilih berada di gym, belajar, dan berlatih.”
Masa kanak-kanaknya diwarnai dengan dedikasi terhadap olahraga ini. Sebagai seorang remaja, Haney kerap berlatih dengan petinju profesional, termasuk legenda seperti Floyd Mayweather Jr. Dalam salah satu sesi sparring, Haney mampu bertahan melawan pukulan-pukulan Mayweather, pengalaman yang ia sebut sebagai momen pembelajaran terbesar dalam hidupnya. “Dia menunjukkan kepada saya bahwa untuk menjadi yang terbaik, Anda harus disiplin di setiap aspek,” kata Haney.
Karier profesional Haney dimulai pada usia 17 tahun. Karena masih terlalu muda untuk bertanding di Amerika Serikat, ia memulai debutnya di Meksiko, di mana peraturan mengizinkan petinju di bawah usia 18 tahun untuk bertanding. Pengalaman bertarung di Meksiko tidak hanya membentuk keterampilannya, tetapi juga mentalitas juaranya. “Saya belajar bagaimana bertahan dalam kondisi yang sulit. Setiap pertarungan di sana adalah ujian,” kenangnya.
Selain pertarungan melawan Lomachenko, Haney juga pernah menghadapi momen sulit dalam kariernya. Pada April 2024, ia mengalami kekalahan pertamanya melawan Ryan Garcia di Barclays Center, Brooklyn. Dalam pertarungan tersebut, Haney dijatuhkan tiga kali dan kalah angka. Namun, hasil ini kemudian diubah menjadi no contest setelah Ryan Garcia terbukti menggunakan zat terlarang, ostarine. Haney menyikapi situasi ini dengan bijak. “Saya tidak mencari alasan. Kekalahan itu adalah pelajaran bagi saya, dan saya akan terus maju,” katanya dalam sebuah wawancara.
Sebagai seorang Muslim, Devin Haney menjalani kehidupan dengan nilai-nilai spiritual yang kuat. Ia sering membagikan momen-momen kesehariannya di media sosial, termasuk ketika menjalani ibadah puasa saat persiapan pertarungan besar. “Iman saya membantu saya tetap fokus. Tinju adalah jalan hidup saya, tetapi keyakinan saya adalah fondasi segalanya,” ujarnya dalam wawancara dengan Boxing News.
Kisah inspiratif lainnya dari Haney adalah kedekatannya dengan keluarga. Ayahnya tidak hanya menjadi pelatih, tetapi juga mentor yang selalu mendampingi setiap langkahnya. Haney sering menyebut peran ayahnya sebagai alasan utama kesuksesannya. “Ayah saya adalah alasan saya bisa sampai di sini. Dia mengajarkan saya nilai-nilai kerja keras dan tidak pernah menyerah,” ungkapnya.
Di luar ring, Haney juga dikenal sebagai sosok yang peduli terhadap komunitas. Ia mendirikan program pelatihan tinju untuk anak-anak muda di Oakland, tempat ia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya. Program ini bertujuan memberikan alternatif positif bagi anak-anak yang rentan terhadap pengaruh negatif lingkungan. “Saya ingin memberi mereka harapan. Jika saya bisa melakukannya, mereka juga bisa,” katanya.
Kehidupan Devin Haney tidak lepas dari anekdot menarik yang menunjukkan sisi humanisnya. Dalam persiapan menghadapi Lomachenko, misalnya, Haney dikenal selalu membawa kitab suci Alquran ke setiap kamp pelatihan. “Membaca Alquran membantu saya menjaga ketenangan. Itu seperti pengingat bahwa ada hal yang lebih besar dari tinju,” katanya.
Kini, Devin Haney menjadi simbol generasi baru petinju yang tidak hanya berprestasi di atas ring, tetapi juga menginspirasi di luar ring. Dengan rekor yang mengesankan dan dedikasi yang tak tergoyahkan, ia terus membuktikan dirinya sebagai salah satu petinju terbaik dunia. Dalam perjalanan kariernya yang masih panjang, Haney telah memberikan pelajaran berharga tentang ketekunan, kerja keras, dan keyakinan kepada dunia. [dsy/beragam sumber]