Market

Besar Utang Ketimbang Penerimaan Warisan Jokowi Beratkan Pemerintahan Baru


Menjelang lengser, porsi utang dari pemerintahan Jokowi semakin ugal-ugalan besarnya. Celakanya lagi, utang gede tak diimbangi penerimaan negara jumbo. Jelas ini memberatkan pemerintahan baru yang disangga Prabowo-Gibran.

Direktur Riset bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal CORE, Akhmad Akbar Susamto, mencoba mengitung perbandingan antara utang pemerintah dengan penerimaan negara. Istilah kerennya debt to service ratio (DSR).

Hasilnya bikin dahi berkerut. Angka DRR tembus 300 persen. Dengan kata lain, pemerintahan Jokowi besar utang ketimbang penerimaan negara. Angkanya luar biasa. Utang negara 3 kali pendapatannya. 

Angka DSR Mei 2024 naik tipis dibandingkan 31 Desember 2023 yang masih menclok di level 292,6 persen.  Lima bulan berselang, utangnya tancap gas meninggalkan penerimaan negara. 

“Utang kita sudah enggak aman, sama sekali. Baik kalau kita mengikuti versi IMF maupun menurut International Debt Relief,” kata Akbar dalam Midyear Review CORE Indonesia 2024, dikutip Rabu (24/7/2024).

Akbar betul sekali. Terkait perbandingan utang dengan penerimaan negara, IMF menetapkan ambang batas di kisaran 90 persen hingga 150 persen. Sedangkan International Debt Relief mematok rentang aman di kisaran 92 persen hingga 167 persen. Kalau di atasnya, jelas tidak aman. 

Sayangnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tak pernah menggubris pedoman utang yang dikeluarkan IMF maupun International Debt Relief itu.

Dia selalu bilang utang masih aman dari perspektif konstitusi yakni UU No 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara. Beleid ini mengatur posisi utang pemerintah harus di bawah 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Akbar merincikan, utang per Mei 2024 sebesar Rp8.353 triliun, didominasi Surat berharga Negara (SBN) senilai Rp 7.347,50 triliun. Di mana, SBN domestik sebesar Rp5.904,64 triliun, dan SBN valas Rp1.442,85 triliun. 

Ada pula utang berbentuk pinjaman sebesar Rp1.005,52 triliun. Terdiri dari utang dalam negeri Rp36,42 triliun, dan utang luar negeri Rp969,10 triliun.

Menariknya, sebagian besar SBN domestik itu dimiliki lembaga keuangan yakni 41,9 persen, terdiri dari perbankan 22,9 persen, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9 persen. Ditambah SBN domestik yang diborong Bank Indonesia (BI) sebesar 22,2 persen. 

Sementara, investor asing yang memiliki SBN domestik sekitar 14,1 persen, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.

Sebelumnya, ekonom INDEF, Eko Listiyanto sudah mengingatkan hal yang sama. Istilah saat ini, utang pemerintah sudah seleher. Tinggal sejengkal lagi, tenggelamlah republik ini.

Eko mengatakan, pemerintah selalu berlindung di balik UU Keuangan Negara bahwa selama utang masih di bawah 60 persen dari PDB masih aman. “Sekarang pendapatan kita rata-rata di Rp2.700 triliun, kalau utang kita di atas Rp8.000 triliun, ketika dibagi jadinya 300 persen kan,” kata Eko.

 

 

 

 

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button