Market

BI Ogah Disetir The Fed, Suku Bunga Acuan Bergantung Inflasi Inti

Meski bank sentral AS, The Fed menginsyaratkan mengerek lagi suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) sebesar 50 hingga 75 basis poin pada pertemuan 14-15 Juli, Bank Indonesia (BI) masih cuek.

Meski bank sentral AS, The Fed menginsyaratkan mengerek lagi suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) sebesar 50 hingga 75 basis poin pada pertemuan 14-15 Juli, Bank Indonesia (BI) masih cuek. Belum ada tanda-tanda suku buku acuan beranjak dari 3,5 persen.

Mungkin anda suka

Deputi Gubernur BI, Juda Agung bilang, acuan BI dalam menyesuaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) adalah inflasi inti. Dalam hal ini, bank sentral merah putih tak mau ikut-ikutan karena semuanya bergantung tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi.

“Dalam kebijakan moneter, Rapat Dewan Gubernur BI sebelumnya telah memutuskan untuk mempertahankan kebijakan suku bunga acuan,” kata Juda, Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (13/7/2022).

Inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sedangkan inflasi tahun kalender mencapai 3,19%. Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.

Sementara itu, inflasi inti mencapai 2,63% dan harga yang diatur pemerintah 5,33% serta yang bergejolak 10,3%. “Inflasi meningkat didorong oleh tekanan dari sisi penawaran sebagai akibat wajar dari kenaikan harga komoditas internasional. Inflasi inti masih berada dalam kisaran sasaran Bank Indonesia,” jelasnya.

Asal tahu saja, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mulai meningkat, yang didorong tekanan dari sisi penawaran sebagai akibat wajar dari kenaikan harga komoditas internasional. Namun, Inflasi inti tetap dalam target kisaran BI sebesar dua persen hingga empat persen.

Juda mengatakan, inflasi harga bergejolak juga terjadi peningkatan, terutama dipengaruhi kenaikan harga pangan global, dan kendala sisi penawaran yang disebabkan oleh cuaca buruk. Di mana, inflasi harga yang diatur pemerintah tetap tinggi, dipengaruhi harga tiket pesawat dan energi.

Juda menjelaskan, saat ini, seluruh negara mengalami kenaikan inflasi. Harga pangan dan energi menyentuh rekor tertinggi, memukul standar hidup di seluruh dunia. “Pengetatan kebijakan moneter yang agresif untuk mengatasi inflasi di beberapa negara maju ekonomi, telah memperketat kondisi keuangan global dan telah mendorong pasar volatilitas baru-baru ini, ” tuturnya.

Juda menekankan, BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah, serta instansi terkait melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk mengelola tekanan inflasi di sisi penawaran dan meningkatkan produksi.

Ke depan, otoritas moneter tersebut akan tetap membangun koordinasi kebijakan moneter dan fiskal dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button