Market

Bisnis Panas Bumi Terlalu Berisiko, Perbankan Kurang Minati PGEO

Karena punya risiko tinggi dan cuannya seret, perbankan sulit tertarik untuk berikan kredit ke bisnis pengembangan panas bumi. Termasuk yang dijalankan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).

Ekonom dan CEO Finvesol Consulting, Fendy Susianto mengatakan, dari kacamata perbankan, sektor energi panas bumi yang dijalankan perseroan memiliki risiko investasi tinggi. Di sisi lain bisnis yang dioperasikan PGEO dinilai tidak atraktif bagi pendana. “Dari segi business-to-business (B2B) terutama dari sisi perbankan, bisnis panas bumi ini risikonya tinggi, return yang ditawarkan juga kurang menarik. Jadi wajar kalau sulit dapat pendanaan,” ujarnya, Jakarta, Jumat (28/4/2023).

Mungkin anda suka

Untuk itu, PGEO berencana menerbitkan surat utang atau obligasi berwawasan hijau alias green bonds di luar wilayah Indonesia untuk refinancing utang jangka pendek yang diberikan sindikasi perbankan. Manajemen PGEO menuliskan dalam prospektus perseroan, bahwa secara historis dana untuk menjalankan kegiatan operasional didapat melalui pinjaman pemegang saham. “Yaitu Pertamina serta dana hibah proyek pembangunan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) serta Bank Dunia,” kata Dirut PGEO, Ahmad Yuniarto dalam prospektusnya.

Masih kata Fendy, sejauh ini, PGEO belum mampu menarik minat perbankan. “Kalaupun ada bank yang kasih pinjaman, tidak akan bertahan lama dalam memberikan pinjaman karena risiko bisnisnya terlalu tinggi,” papar Fendy.

Lebih lanjut Fendy turut mempertanyakan mengapa PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tidak memberikan fasilitas pinjaman dalam proses refinancing PGEO. Padahal keduanya memiliki dukungan afiliasi dan pernah menjadi agen fasilitas pinjaman sindikasi PGEO pada 2021.

“Kalau memang bisnis PGEO bagus, kenapa tidak refinancing dari Mandiri atau bank lainnya di dalam maupun luar negeri yang bisa memberikan fasilitas pinjaman valas? Artinya perbankan sudah tidak berada pada posisi yang agresif untuk mendanai perusahaan itu sebab eksposur risikonya bertambah.”

Baru-baru ini PGEO mengumumkan rencana penerbitan surat utang luar negeri sebesar US$400 juta atau sekitar Rp6 triliun dengan kupon 5,15% per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028. Dana ini akan digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing) dengan besaran yang sama dengan nilai emisi obligasi.

Hanya saja bunga pinjaman yang diraih sebelumnya lebih rendah dari kupon obligasi kali ini. Sehingga besar kemungkinan biaya bunga yang dikeluarkan perseroan akan lebih tinggi. “Dengan begitu PGEO harus menghadapi interstate pay differential adjusment (penyesuaian atas perbedaan biaya),” tutup Fendy.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button