Hangout

Blak-blakan Menkes Kasus Penyebab Gagal Ginjal Akut Turun Drastis

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memberikan penjelasan dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi IX DPR di Gedung Nusantara I pada Rabu (2/11/2022), bahwasanya dengan adanya antidotum atau obat penawar dan larangan peredaran obat sirop di masyarakat, menjadi faktor menurunnya kasus gagal ginjal akut (GGA) secara drastis.

“Untuk antidotnya apa, kita datangkan dari Singapura, kita lakukan uji coba, terbukti memang dari 12 yang biasanya meninggal 7, ini yang meninggalnya cuma satu. Dan meninggalnya bukan karena ginjalnya tapi karena dia punya komorbid pneumonia,” terang Budi.

Ia juga menyebut bahwa hampir 90 persen pasien GGA sembuh usai diberikan antidotum ini. Tak hanya itu, Menkes juga menyinggung bahwa saat ini masih terdapat satu pasien yang belum ada gejala untuk penyembuhan, namun keadaannya tidak memburuk.

“Tinggal 1 masih belum ada gejala untuk penyembuhan yang signifikan tetapi tidak memburuk. Karena biasanya ini memburuknya cepat sekali dan wafat. Begitu kita kasih obat ini, sebagian besar membaik dan ada beberapa yang tidak memburuk,” jelasnya.

Kemudian ia juga menyinggung bahwa faktor terbesar penyumbang angka pada kasus GGA ini adalah terdapatnya senyawa kimia Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam obat.

“Kita menyimpulkan bahwa faktor terbesar yang menyebabkan adanya kenaikan dari kasus AKI (Acute Kidney Injury) ini disebabkan oleh adanya senyawa kimia tersebut yang masuk pada anak-anak (melalui obat sirop),” terangnya.

Sehingga Budi menyebut bahwa sejak dilarang beredarnya obat sirop di tengah masyarakat, kini kasus GGA ini pun menurun dengan drastis.

“Kita melaporkan semenjak kita melakukan tindakan bersama dengan BPOM, melarang obat-obatan ini beredar dan juga mendatangkan Fomepizole, dan terjadi penurunan yang sangat drastis dari kasus-kasus baru,” ungkap Budi.

Meski kasus GGA sudah mengalami penurunan, Menkes menegaskan bahwa akan tetap berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar penyelidikan kasus dapat dituntaskan.

Hal ini juga berkaitan dengan adanya beberapa perusahaan farmasi yang akan dipidanakan menyusul penggunaan senyawa berbahaya ini pada obat.

“Kemenkes terus berkoordinasi dengan BPOM agar penyelidikan kasus ini bisa tuntas, karena penyebabnya risiko terbesarnya ada dari obat atau makanan yang merupakan tupoksi dari BPOM. Sehingga kita terus bekerja sama dengan BPOM,” jelasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button