Market

Bohong Besar Subsidi BBM Rp502 Triliun, Ini Kata Ekonom Senior

Sabtu, 27 Agu 2022 – 21:57 WIB

Bohong Besar Subsidi BBM Rp502 Triliun, Ini Kata Ekonom Senior

Antrian SPBU berburu BBM bersubsidi.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) menyebut bohong kalau ada pejabat negara menyebut subsidi BBM pada tahun ini, bengkak hingga Rp502 triliun. Narasi ini sering dilontarkan sebagai alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi.

Kata Anthony, berdasarkan dokumen Perkembangan Subsidi dan Kompensasi BBM dari Kementerian Keuangan, terbaca jelas alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam APBN 2022, bukan Rp502 triliun. “Dari slide halaman 6, terlihat bahwa total subsidi menurut Perpres 98/2022 sebesar Rp502,4 triliun. Sekali lagi, angka itu adalah jumlah total dari subsidi energi. Jadi, bukan subsidi BBM (hanya),” papar Anthony, Jakarta, Sabtu (27/8/2022).

Dari total subsidi sebesar Rp502 triliun, lanjut Anthony, besaran subsidi untuk listrik ditetapkan Rp100,6 triliun. Artinya, sebesar Rp401,8 triliun merupakan subsidi BBM dan LPG. Sekali lagi, angka Rp401,8 triliun bukan hanya subsidi BBM saja. “Muncul pertanyaan, berapa besar subsidi BBM? dan berapa subsidi untuk LPG? Mohon pemerintah memberikan penjelasannya,” tegas Anthony.

Pada APBN awal atau sebelum perubahan, terang Anthony, subsidi BBM dan LPG tercantum Rp77,5 triliun. Di mana, subsidi untuk BBM ditetapkan Rp11,3 triliun, sedangkan porsi subsidi untuk LPG ditetapkan Rp66,2 triliun. Dengan kata lain, besaran subsidi BBM mencapai 14,6 persen dari total subsidi BBM dan LPG yang dipatok Rp77,5 triliun.

Dengan persentase yang sama, maka subsidi BBM dalam APBN-P hanya sekitar Rp59,98 triliun saja. Didapatkan dari 14,6 persen dikalikan dengan Rp401,8 triliun. “Mohon koreksinya,” ungkap Anthony.

Selanjutnya, ekonom senior ini, mempertanyakan penerimaan negara dari windfall profit dari kenaikan harga minyak mentah dunia. Setiap kenaikan US$1 harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Palm/ICP), penerimaan negara bertambah Rp1,92 triliun. “Berdasarkan hipotesis saya, setiap kenaikan satu dolar harga ICP membuat penerimaan negara naik Rp1,92 triliun. Dengan asumsi penerimaan minyak mentah milik negara sebanyak 20,3 miliar liter. Mohon koreksinya,” ungkapnya.

Dirinya juga mempertanyakan istilah kompensasi. Pertanyaannya, apabila pos konsumsi sama dengan subsidi, kenapa tidak masuk ke dalam pos belanja subsidi? Namun malah dimasukkan dalam pos belanja Lain-lain? Padahal jumlahnya lebih besar ketimbang belanja subsidi. “Ini Ada Apa? Dari dana kompensasi sebesar Rp293,5 triliun, berapa jumlah dari tahun lalu,” imbuhnya

Dari paparan tersebut, Anthony menyimpulkan bahwa besaran subsidi BBM bukan Rp502 triliun, namun hanya Rp59,98 triliun. Namun, subsidi itu belum memperhitungkan kenaikan peneriman negara dari kenaikan harga minyak mentah Indonesia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button