Market

Investor Kesayangan, Jokowi Lupakan Kasus Ekspor Nikel Ilegal ke China?

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke China memberi harapan untuk melakukan pembicaraan kasus ekspor bijih nikel ilegal ke pemeritnah China. Apalagi kasus ini nilainya cukup besar hingga 5,3 juta ton senilai Rp14,5 triliun.

Namun menurut peneliti hubungan dagang Indonesia-China dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Muhammad Zulfikar Rakhmat, kunjungan Jokowi ke China menemui Xi Jinping di Chengdu, tidak membahas kasus ini. Tema besar pertemuan kedua pemimpin tersebut soal penguatan perdagangan, investasi, kerja sama kesehatan termasuk penjajakan riset dan teknologi.

“Saya yang sebagai peneliti hubungan Indonesia China juga kecewa. Bahwa ini tidak dibahas dalam perundingan diplomatik hubungan antara Indonesia dan China,” kata peneliti CELIOS, Fikar kepada inilah.com, Jumat (28/7/2023).

Kasus ekspor bijih nikel ilegal ke China yang terjadi sejak 2020 hingga Juni 2022 mencapai 5,3 juta ton senilai Rp14,5 triliun telah diungkapkan KPK sejak awal Juni lalu. Padahal per 1 Januari 2020 Presiden Joko Widodo sudah melarang praktik ekspor nikel di Indonesia (hilirisasi).

“Padahal kalau kita lihat, pertemuan diplomatik antara Indonesia-China tidak hanya hari ini. Pekan lalu, ibu Menlu juga bertemu (Perwakilan China) di Jakarta. Pak Luhut juga sudah bolak-balik ketemu. Tetapi isu ini tidak pernah dibahas,” katanya.

Pada pertengahan bulan Juli ini, Menlu Retno Marsudi bertemu dengan top diplomat China Wang Yi di Gedung Pancasila, Kemlu RI Jakarta.

Kunjungan Presiden Jokowi ke China pekan ini, sebenarnya mengajak para menteri di bidan ekonomi. Namun mereka lebih fokus masalah investasi di bidang kendaraan listrik, proyek IKN maupun kerja sama riset dan teknologi.

“Saya melihat, dalam beberapa tahun ini, Indonesia berhati-hati tidak mau menyakiti China sebagai investor paling besar dan paling kuat. Menurut saya, teman-teman LSM dan aktivis harus mulai membicarakan isu ini,” katanya.

Kasus ekspor bijih nikel ilegal ke China pertama terungkap merupakan hasil pemeriksaan KPK terhadap informasi atau data Bea Cukai China tentang data impor bijih nikel dari Indonesia sebanyak 3,4 miliar kilogram dengan nilai mencapai US$ 193 juta (kira-kira Rp2,89 triliun).

Pada 2021, impor bijih nikel oleh China dari Indonesia tetap berlanjut dengan total 839 juta kilogram yang bernilai US$ 48 juta (sekitar Rp 719,52 miliar). Pada 2022, Bea Cukai China melaporkan impor 1 miliar kilogram bijih nikel lagi dari Indonesia.

Namun hingga saat ini, lembaga penegak hukum belum ada yang melakukan pengusutan terhadap masalah ini. Bahkan terakhir, masalah ini bukan ekspor ilegal tetapi hanyalah kesalahan pencatatan HS Code yang mana bisa diartikan berbeda antara arti kode yang dicatatkan di Indonesia dengan yang diartikan di China.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button