IBM Indonesia memprediksi bahwa penggunaan Small Language Model (SLM) dalam kecerdasan buatan (AI) akan menjadi tren di berbagai industri. Model AI ini dianggap lebih efisien dan hemat dibandingkan dengan Large Language Model (LLM), sehingga menarik minat banyak perusahaan yang ingin mengadopsi AI dengan biaya lebih rendah.
Presiden Direktur PT IBM Indonesia, Roy Kosasih, menjelaskan bahwa SLM lebih kecil dan efisien dibandingkan LLM, membuatnya lebih cocok untuk aplikasi yang membutuhkan latensi rendah atau dijalankan di lingkungan dengan keterbatasan sumber daya, seperti perangkat Internet of Things (IoT), perangkat edge, atau sistem lokal.
“Karena dengan mengoperasikan sistem atau pengolahan AI berbasis Small Language Model atau fit for purpose model, biaya operasionalnya menjadi jauh lebih murah. Sehingga, perusahaan bisa meningkatkan keuntungan,” ujar Roy dalam acara IBM Ramadan Gathering di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Lebih lanjut, Roy menjelaskan bahwa berbeda dengan LLM yang membutuhkan infrastruktur tinggi dan perangkat keras canggih seperti Graphics Processing Unit (GPU), model SLM tidak memerlukan peralatan sekompleks itu. “Dengan model yang sekarang ini, fit for purpose itu enggak membutuhkan GPU yang begitu canggih. Enggak perlu membutuhkan equipment yang begitu besar,” katanya.
Selain lebih hemat biaya, SLM juga dinilai lebih ramah energi karena tidak membutuhkan daya komputasi yang besar. “Dengan menggunakan satu fit for purpose model atau Small Language Model ini, berarti dia enggak membutuhkan energi yang banyak,” jelasnya.
Perbankan Jadi Sektor Terdepan dalam Adopsi AI
IBM mencatat bahwa sektor perbankan menjadi industri yang paling banyak mengadopsi AI, terutama dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional. Salah satu penerapan AI di sektor ini adalah pada analisis skor kredit (credit scoring).
“Di bidang pemasaran perbankan, ketika mereka ingin menawarkan suatu produk keuangan, mereka akan melihat riwayat calon peminjam. Sebelum AI, mereka hanya mendasarkan analisis pada histori lama, tetapi sekarang data diperbarui secara real-time, sehingga keputusan kredit menjadi lebih akurat,” terang Roy.
Selain itu, AI juga digunakan dalam analisis sejarah kontrak kredit dengan perusahaan tertentu. “Dengan kata lain, ini adalah legal assistance dan document search yang jauh lebih cepat dan akurat. Dua aspek ini menjadi yang paling banyak penerapan AI-nya di industri perbankan,” tambahnya.
Sektor Ritel Menyusul dalam Pemanfaatan AI
Setelah perbankan, sektor ritel menjadi industri kedua yang aktif dalam pemanfaatan AI, khususnya e-commerce. Teknologi ini digunakan untuk menganalisis tren belanja konsumen dan mengoptimalkan rekomendasi produk.
“Anda lebih banyak belanja apa, misalnya kosmetik. Apakah belanjanya di akhir bulan setelah gajian atau di pertengahan bulan untuk keperluan lain? AI bisa menangkap pola tersebut. Bahkan ketika Anda berbincang soal produk di aplikasi pesan seperti WhatsApp, e-commerce bisa memanfaatkan data itu untuk menawarkan produk yang relevan,” ujar Roy.
Dengan perkembangan AI yang semakin pesat, IBM menekankan pentingnya adopsi model yang lebih terbuka, transparan, dan hemat biaya seperti SLM. Perusahaan berharap model ini dapat membantu industri di Indonesia dalam mengoptimalkan teknologi AI secara lebih efisien dan tepat guna.