BPI Danantara Berpeluang Jadi Game Changer, Celios Khawatirkan Dewas dan Investasi Ugal-ugalan


Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda membeberkan potensi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai game changer dalam mengelola investasi dari BUMN.

“Selama ini, investasi yang dilakukan BUMN, belum optimal. Di mana, porsinya masih rendah. Padahal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen, diperlukan investasi hingga puluhan ribu. Keberadaan Danantara, bisa menjadi game changer investasi sehingga bisa lebih banyak dan berkualitas. Serta berdampak kepada pertumbuhan ekonomi,” ungkap Nailul kepada Inilah.com di Jakarta, Minggu (23/2/2025).

Ia menyebutkan, bila pembentukan BPI Danantara bisa membuat BUMN menjadi lebih mandiri, dan terbebas dari kepentingan birokrasi.

Selama ini, kata Nailul, ruang untuk BUMN sangat terbatas karena panjangnya rantai birokrasi. Karena, bentuk operasional BUMN adalah birokrasi di bawah Kementerian BUMN.

“Namun demikian, wewenang Kementerian BUMN masih besar merujuk UU BUMN yang baru, karena masih memegang saham seri A. Artinya, pengangkatan direksi dan komisaris masih di tangan Kementerian BUMN. Sempat ditakutkan ada dua matahari kembar dalam operasional BUMN,” tutur dia.

Selain itu, dirinya memberikan tiga catatan penting yang berpotensi menghadirkan kekhawatiran masyarakat, terkait sosok pimpinan BPI Danantara. Terkait proses pengelolaan dana BUMN di masa depan.

“Ada kekhawatiran (terkait) individu yang mengisi pucuk pimpinan BPI Danantara, di mana ada pernyataan dari presiden, terkait peluang mantan presiden menduduki posisi dewan pengawas (dewas). Pernyataan ini dikhawatirkan menimbulkan penempatan orang yang tidak tepat dan investasi yang dilakukan, bukan dinilai dari kelayakan investasi. Melainkan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.

Nailul juga mengkritisi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disuntikkan ke BPI Danantara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran penggunaan uang pajak masyarakat, untuk investasi BPI Danantara.

“Ketakutan paling utamanya adalah imunitas Danantara yang tidak bisa diperiksa secara langsung baik oleh BPK maupun KPK. Padahal, setiap uang negara yang disuntikkan ke K/L (Kementerian/Lembaga) harus diperiksa BPK dan KPK,” ucap Nailul.

Dia menyebut kekhawatiran dari nasabah bank pelat merah (Himpunan Bank Pelat Merah/Himbara) jika investasinya gagal, maka yang akan merugikan adalah mereka.

“Tidak ada penjelasan secara resmi dari pemerintah apakah DPK (Dana Pihak Ketiga) nasabah di perbankan pelat merah, merupakan aset yang dikelola BPI Danantara, atau tidak. (Mendorong) gerakan rush money dari Bank Himbara,” tandas Nailul.

Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto bakal meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025. Badan anyar ini akan mengelola aset 7 BUMN kakap, senilai Rp14.715 triliun.

Mencuat tiga nama yang dikabarkan memimpin BPI Danantara. Yakni Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani, Wamen BUMN Dony Oskaria dan Pandu Sjahrir. Ketiganya masuk radar BPI Danantara, karena dianggap berkeringat saat Prabowo-Gibran berjuang di Pilpres 2024. Jadi, bukan karena profesionalitas namun karena balas budi.