Market

BPJPH: Fashion dan Alat Makan-minum Wajib Sertifikat Halal

Subkoordinator Sistem Informasi dan Humas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Yanuar Arief memaparkan, tak hanya alat makan dan minum saja yang perlu sertifikat halal. Alat atau barang yang digunakan untuk tubuh pun, seperti fesyen juga perlu.

“(Semua barang yang) berhubungan langsung dengan tubuh, seperti jaket dari kulit, lalu ada kain untuk perlengkapan solat, nah itu harus memiliki sertifikat halal. Ini kan Indonesia sudah nomor dua produk makanan dan minuman, fashion masih jauh. Nah tahun-tahun ke depan, kita ingin fashion halal indonesia naik,” terang Yanuar dalam Workshop bertajuk ‘Perppu Cipta Kerja dalam Memberikan Kemudahan Berusaha bagi Pelaku UMK pada Pengurusan Sertifikasi Halal serta Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif’ di Yogyakarta, Kamis (2/3/2023).

.

Ia mengingatkan bahwa pada 2024 mendatang, seluruh produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal di semua bidang. Tak hanya menyoroti bidang fashion, ia juga menyoroti alat makan yang mesti memiliki sertifikasi halal.

Mungkin anda suka

“Kita langsung contoh di lapangan, di balik piring ada tulisana apa, SNI doang? Kenapa ini saya tanyakan, karena banyak beredar piring-piring itu yang dari tulang, dari China, dan itu banyak di hotel-hotel,” ujarnya.

“Ketika tulang itu dilihat, biasanya kan nama suatu produk dicari paling murah, cuma kuantitas bisa banyak gitu ya, dan bisa dipoles lebih bagus. Yang paling murah adalah produk-produk dari tulang babi,” sambungnya.

Oleh karena itu, alat makan dan alat masak perlu memiliki sertifikasi halal. “Tapi dengan ada Perppu Ciptaker ini, bapak ibu diberikan kemudahan lagi salah satunya adalah sertifikat halal tidak ada masa berlaku,” ungkap dia.

Tak hanya itu, nantinya jika sertifikat keluar sebelum UU Ciptaker ini disahkan, maka masa berlakunya akan menyesuaikan menjadi seumur hidup. Di sisi lain, Yanuar juga menyoroti mengenai hal yang harus dipahami oleh pelaku usaha, yakni perbedaan ketetapan halal (KH) dengan sertifikat halal.

“KH itu adalah hasil para ulama menentukan suatu produk itu halal secara syariah, belum secara negara. KH tidak berlaku seperti sertifikat halal, KH digunakan untuk menerbitkan sertifikat halal yang dapat digunakan seluruh indonesia,” imbuh Yanuar.

“Oleh karena itu jika ibu bapak saat ini masih tulisannya adalah ketetapan halal MUI itu, buru-buru sampaikan ke LPH nya atau ke satgas di provinsi, untuk dimintakan sertifikat halalnya,” sambungnya.

Jika para pelaku usaha tetap memaksakan dengan hanya berbekal KH, maka tetap tidak bisa dipergunakan untuk keperluan apapun.

“Misal contohnya ibu dan bapak punya katering ingin ikut lelang di Pemda yang bersangkutan bersertifikat halal, itu disampaikan KH, itu pasti akan ditolak karena bukan sertifikat halal,” tegasnya.

Pada sertifikat halal akan nampak lambang garuda berwarna kuning, sedangkan pada KH akan berwarna hijau. Penerbitan sertifikat halal ini pun diklaim oleh Yanuar jika Perppu Ciptaker disahkan hanya membutuhkan waktu selama 12 hari saja.

“Insya Allah kalau tidak ada halangan dan semua proses berjalan dengan baik, tidak ada bolak balik karena kesalahan, 12 hari sertifikat halal sudah keluar. Karena apa? Tahun 2023 ini kita sedang menerapkan sistem untuk pengidentifikasian bahan,” tutupnya.

Sertifikasi Halal Perluas Pasar

Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenparekraf Agus Priyono memaparkan bahwa di luar negeri, restoran yang memiliki sertifikasi halal justru semakin memperbesar pangsa pasarnya.

“Saya pernah datang ke Singapura beberapa kali, mereka mengatakan restoran di Singapura ternyata banyak menggunakan sertifikasi halal. Karena apa? Kalau orang katakan lah muslim, itu pasti kata seller-nya pak kami bukan mempersempit pasar, tapi justru memperluas pasar,” ujarnya.

“Dan karena restoran kami halal, maka tamu-tamu kami untuk yang muslim tidak ada keraguan lagi gitu loh,” sambungnya.

Tak hanya itu, pada restoran juga akan dicermati bagaimana pembuatan, penyajian, hingga proses penyimpanan makanan dan minumannya. “Jadi salah satu yang kita lihat dari penyajiannya, maka dia itu harus punya SOP. Jadi pada saat tamu datang, tamunya dapat kepastian,” terangnya.

“Misalkan berapa lama dia memesan makanan, pesan misalnya steak yang versi halal. Berapa lama waktu masaknya, kemudian dia datang duluan maka dilayani duluan, SOPnya ada. Nanti ada tiga unsur, pembuatan, penyimpanan, penyajian,” tutup Agus.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button