Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta. (Foto: Dok. BPK).
Di tengah seretnya keuangan negara, ada kabar baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Terdapat uang ‘menganggur’ dari APBN 2021-2023. Nilainya lumayanlah buat nambah-nambah pembiayaan program yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Badan Pemeriksa Keuangan alias BPK memperkirakan terdapat dana sebesar Rp24,14 triliun sampai dengan Rp53,40 triliun dalam APBN yang tidak dimanfaat selama tahun anggaran 2021-2023.
Temuan dana ‘nganggur’ itu, diungkapkan BPK dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 yang sudah diserahkan ke DPR, Selasa (22/10/2024).
BPK menjelaskan, telah memeriksa pengelolaan kas pemerintah pusat pada 2021-2023, ditemukan sejumlah permasalahannya khususnya dalam pemanfaatan nilai saldo anggaran lebih (SAL) yang belum optimal.
“Terdapat estimasi nilai SAL pada 2021-2023 sebesar Rp24,14 triliun-Rp53,40 triliun yang seharusnya dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan pada APBN tahun bersangkutan namun tidak dimanfaatkan oleh pemerintah,” tulis laporan BPK, dikutip Kamis (24/10/2024).
Selain itu, BPK mengungkapkan pemerintah juga belum sepenuhnya memanfaatkan SAL yang tidak direalisasikan pada APBN tahun sebelumnya sebagai sumber pembiayaan APBN tahun berjalan.
Artinya, dana tersebut memang sengaja didiamkan alias tak dimanfaatkan. Disimpulkan, pemerintah kehilangan potensi untuk mendapatkan sumber pembiayaan APBN yang lebih murah.
Alhasil, BPK memberi rekomendasi kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri agar mengusulkan, membahas, dan mempertanggungjawabkan penyesuaian anggaran pembiayaan APBN tahun berjalan dengan memperhitungkan anggaran SAL pada APBN tahun sebelumnya, yang tidak direalisasikan.
“Serta menetapkan mekanisme pengusulan, pembahasan, dan pertanggungjawaban atas penyesuaian anggaran Pembiayaan Lainnya-SAL pada APBN tahun berjalan, sesuai mekanisme yang disepakati bersama DPR,” lanjut laporan BPK.
Secara total, BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 83 laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) dan satu laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN) tahun 2023.
Hasilnya, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 79 LKKL dan 1 LKBUN serta opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 4 LKKL. Dengan demikian, secara keseluruhan capaian opini WTP mencapai 95 persen.
Meski angka tersebut telah mencapai target kegiatan prioritas reformasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 (95 persen), namun cenderung menurun. Pada 2019, BPK memberikan opini WTP mencapai 97 persen.