BSMI: Palestina Bukan Bangsa dengan Budaya ‘Tangan di Bawah’


Ketua Majelis Pertimbangan Anggota Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Prof Basuki Supartono, menegaskan bahwa bangsa Palestina bukanlah bangsa yang memiliki budaya ‘tangan di bawah’.

Hal itu disampaikan Basuki saat berbicara dalam seminar internasional “Solidarity and Humanity, Standing Together for Palestine” di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Sabtu (13/7/2024).

Meski menderita, rakyat Palestina tetap berjuang dan bertahan dengan “tangan” sendiri.”Warga Palestina adalah bangsa yang teguh berdiri dalam berjuang mempertahankan tanah air,” kata Basuki.

Basuki menjelaskan bahwa rakyat Gaza mengalami penderitaan yang luar biasa, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Namun, mereka tetap semangat berjuang dan mencintai Palestina.”Mereka tetap ingin membangun Palestina selamanya. Mereka bangsa yang tak suka tangan di bawah,” tegasnya.

Mengutip data dari Kementerian Kesehatan Palestina, Basuki menyebutkan bahwa sebanyak 37.396 orang telah menjadi syuhada. Namun, rilis dari Lancet mengungkap jumlahnya mencapai lebih dari 186 ribu jiwa.

“Hingga saat ini, serangan Israel belum berhenti. Infrastruktur di Gaza telah hancur. Mayoritas wilayah Gaza telah rata dengan tanah. Genosida Israel menewaskan ribuan warga sipil, termasuk orang tua, wanita, ibu hamil, anak-anak, dan bayi. Tenaga medis, jurnalis, pendidik, hingga profesor di Gaza ikut menjadi syuhada,” paparnya.

Basuki juga menambahkan bahwa ribuan warga Palestina kini mengungsi di berbagai negara dan untuk keluar dari Gaza, mereka harus membayar 5000 dolar AS per orang, termasuk bayi.”Sebuah genosida yang luar biasa,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Basuki mempertanyakan kontribusi masyarakat dunia terhadap Palestina.”Apakah kontribusi kita sudah cukup untuk membawa perubahan yang berarti? Bagaimana kita dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam memastikan bantuan yang berkelanjutan?” tanyanya.

Basuki pun mengajak semua pihak untuk terus berkomitmen dan berkontribusi dalam berbagai upaya mendukung Palestina.”Solidaritas dan kemanusiaan adalah landasan dari upaya kita, dan dengan terus berdiri bersama Palestina, kita menunjukkan komitmen kita untuk dunia yang lebih adil dan damai,” tutupnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, menambahkan bahwa masalah Palestina bukanlah masalah individu dari latar belakang yang berbeda, tetapi merupakan masalah kolektif kemanusiaan yang bersifat global.

“Universitas Brawijaya bukanlah pendukung salah satu pihak yang berperang. Kami berkepentingan untuk ikut menata masa depan manusia di samping latar belakangnya agar bisa hidup bermartabat. Palestina adalah tentang keadilan, martabat, dan kemanusiaan,” ujarnya.