Buat Petisi Ketika Pilpres, Guru Besar Kemana Saat Kenaikan UKT?


Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI), Ubaid Matraji mempertanyakan sikap para Guru Besar Universitas soal polemik melambungkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Ubaid mengaku kecewa sebab para Guru Besar ini seolah berdiam diri terhadap problem yang sedang dialami anak bangsa, khususnya dalam mengejar pendidikan tinggi.

Sikap yang tak sama saat para Guru Besar ini ramai-ramai buat petisi ketika Pilpres 2024 lalu.

“Jangan hanya ketika hajatan politik saja, para guru besar ini bersuara, tapi saat mahasiswa butuh dukungan,” ujar Ubaid dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/5/2024).

Ubaid menilai, sebagai Guru Besar seharusnya ikut kritis terhadap persoalan UKT yang dinilainya kian membebani para orang tua yang ingin mengkuliahkan anaknya.

“Para guru besar di kampus harus bersuara dan mengembalikan marwah kampus sebagai tempat mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sebagai lahan bisnis,” kata Ubaid.

Lebih jauh Ubaid menduga, faktor kenaikan UKT akibat dari berubahnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi PTN – Badan Hukum (PTN-BH).

Penyebabnya, sambung Ubed, akibat kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim soal kampus merdeka.

“Karena ini dijadikan landasan kampus dalam menentukan tarif besaran UKT,” kata Ubeid.

Ia mengatakan, DPR RI, Kemendikbudristek, bersama masyarakat sipil harus melakukan evaluasi total terhadap kebijakan Kampus Merdeka yang mendorong PTN-BH tersebut.

“(Kebijakan ini membuat) pemerintah tidak lagi menanggung biaya pendidikan, lalu dialihkan beban tersebut ke mahasiswa melalui skema UKT,” kata Ubeid.

Menurut dia, pimpinan kampus juga harus melindungi hak mahasiswa untuk bersuara dan bisa melanjutkan kuliah.

“Jangan persekusi dan intimidasi mahasiswa yang sedang berpendapat di muka umum. Juga, pimpinan kampus harus memperbaiki data KIP Kuliah supaya tepat sasaran dan menyusun kembali besar UKT disesuaikan dengan kemampuan bayar mahasiswa,” jelas Ubaid.