Keputusan Presiden Jokowi membuka keran ekspor pasir laut menimbulkan kegaduhan hingga ke luar negeri. Bahkan, media asing asal Singapura tak mau ketinggalan mengulasnya.
Adalah Channel News Asia (CNA), media yang berbasis di Singapura menyiarkan artikel berjudul ”Indonesia’s move to allow export of sea sand draws brickbats, but Jokowi defends change.’
Isinya mudah ditebak, kritikan sejumlah aktivis lingkungan terhadap kebijakan Jokowi membuka ekspor pasir laut di ujung pemerintahannya. Padahal, kebijakan ekspor pasir laut sudah ditutup 20 tahun lalu. “Keputusan membuka keran ekspor pasir laut mendapat banyak kritikan dari kalangan aktivis lingkungan,” tulis CNA, dikutip Jumat (20/9/2024).
Dalam laporan itu, CNA mengutip pernyataan resmi dari Greenpeace bahwa menghidupkan kembali ekspor pasir laut menambah dosa ekologis Jokowi di akhir masa jabatannya.
Dituliskan, pada Mei 2024, pemerintahan Jokowi sejatinya telah membuka regulasi yang mengizinkan ekspor pasir laut. Di mana, pemilik izin usaha pertambangan (IUP) bisa menambang dan menjual pasir laut ke luar negeri. Tentu saja, pasar paling empuk adalah Singapura. Syaratnya, kebutuhan di dalam negeri telah terpenuhi
“Banyak kritikan dari masyarakat, nelayan, akademisi, dan peneliti. Kami sudah prediksi sejak awal bahwa rezim Jokowi tidak akan peduli dengan kritikan dan tidak akan berpihak pada lingkungan,” kata Juru Kampanye Kelautan Greenpeace Indonesia, Afdillah Chudiel.
Di sisi lain, CNA juga memberitakan keputusan Megawati pada 2003 yang melarang ekspor pasir laut. Alasannya, ekspor pasir laut merusak lingkungan dan berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil.
“Sebelum larangan 2003, Indonesia merupakan pemasok utama pasir laut bagi Singapura untuk reklamasi lahan,” jelas CNA.
Sikap Megawati seratus delapan puluh derajat dengan Jokowi yang menilai tak ada kerusakan lingkungan dari ekspor pasir laut. Karena persyaratannya cukup ketat.
Misalnya, pasir yang digali merupakan endapan pasir yang terdapat di tujuh wilayah Indonesia, yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Kepulauan Riau.
Di sisi lain, Jokowi membantah pembukaan keran ekspor pasir laut. Yang benar adalah ekspor hasil sedimentasi laut. Diharapkan tak ada lagi pihak yang salah kaprah dalam mengartikan kebijakan tersebut.
“Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya, yang dibuka adalah sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi, bukan, nanti kalau diterjemahkan pasir beda loh ya, sedimen itu beda, meskipun wujudnya juga pasir, tapi sedimen. Coba dibaca di situ, sedimen,” ujar Jokowi usai meresmikan Kawasan Indonesia Islamic Financial Center dan Kantor FIBA Indonesia di Menara Danareksa Jakarta, Selasa (17/9/2024).