Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda. (Foto: Dok. Antara/Rizka Khaerunnisa)
Pemerintah akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen, pada awal 2025. Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan pemerintah sejatinya masih punya opsi lain untuk menambal kekurangan APBN. Salah satunya dengan memburu para pengemplang pajak sektor pertambangan.
Nailul mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani jangan berlindung di balik kata ‘mematuhi Undang-Undang’. Sebab pada pasal 7 nomor (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah diberi kewenangan menetapkan tarif PPN di rentang 5 persen hingga 15 persen melalui Peraturan.
“Masih ada peluang pemerintah untuk membantu masyarakat agar tidak terbebani beban terlalu berat. Pajak karbon harusnya tahun 2022 dilaksanakan, namun sampai saat ini tidak diimplementasikan,” ucap Huda, di Jakarta, Sabtu (16/11/2024).
Selain itu, kata dia, pemerintah seharusnya memburu para penambang ilegal yang kabur dari kewajibannya membayar pajak.
“Namun, ada pos penerimaan lain yang belum tergarap yaitu penerimaan negara sektor tambang yang masih banyak ilegal. Hasyim pernah menyampaikan ada Rp300 triliun dari pengemplang pajak, kenapa hal itu tidak didahulukan? Alih-alih menaikkan tarif PPN,” ujar dia.
Huda menilai bahwa saat ini pemerintah memang butuh uang untuk menambal defisit anggaran dan yang paling mudah dilakukan bagi pemerintah adalah dengan menaikkan tarif PPN. Atas dasar tersebut, Huda meminta kenaikan tarif PPN di tahun 2025 wajib dibatalkan.
“Akhir kata, pemerintah punya peluang untuk membuat tarif PPN yang tidak membebani masyarakat lebih dalam, pemerintah punya kesempatan meringankan beban masyarakat. Namun pemerintah justru menambah beban yang dipikul oleh masyarakat,” kata dia menegaskan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19. “Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN,” kata dia di Jakarta.
Menkeu menekankan agar penerapan kenaikan tarif PPN ini dibarengi dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat supaya masyarakat memahami alasan tarif PPN dinaikkan. “Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik,” tuturnya.
Kebijakan PPN 12 persen termaktub dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.