Enak betul Binus School, kelalaian atas terjadinya kasus bullying cuma diganjar surat teguran. Sementara para pelaku perundungan harus berhadapan dengan hukum.
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta hanya akan membina dan memberikan teguran tertulis kepada pihak Binus School Simprug, terkait kasus dugaan bullying yang dialami siswa berinisial RE (16). Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaludin mengatakan langkah ini diambil usai pihaknya melakukan klarifikasi dengan pihak Binus School Simprug
“Pihak Sudin memanggil pihak Binus untuk dimintain klarifikasi hari Kamis tanggal 12 September 2024 setelah ada laporan dari masyarakat. “Kita lakukan pembinaan kepada sekolah. Saat ini yang akan kami lakukan adalah pembinaan dan juga teguran tertulis kepada kepala sekolah,” kata dia di Jakarta, dikutip Kamis (19/9/2024).
Kasus bully di Binus School Simprug sedang hangat-hangatnya. Usai korban berinisial RE mengadu ke Komisi III DPR, pada Selasa (17/9/2024). Di hadapan para wakil rakyat ia mengaku sudah dirundung sejak hari pertama masuk sekolah, November 2023.
Dia mengatakan para pelaku merupakan anak-anak pejabat. Menurut RE, pelaku mengaku sebagai anak dari ketua umum partai politik (parpol) berinisial A, anak anggota DPR RI serta Mahkamah Konstitusi (MK).
“Lalu sahabat dari ketua geng ini mengakui, ‘Lu jangan macem-macem. Bapak gue ketua partai sekarang’. Bapak yang berinisial A. Anak yang berinisial M mengaku dan mengatakan itu kepada saya,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.
RE juga mengeluhkan sikap sekolah yang terkesan memihak pada para pelaku perundungan. Ia mendesak agar sekolah membantu dirinya dengan menyerahkan seluruh bukti rekaman CCTV secara utuh. “Kenapa sekolah hanya menunjukkan bukti-bukti atau video yang hanya menguntungkan pihak mereka dan bisa memutarbalikan semua fakta?” ucap dia.
Pihak sekolah mengaku sudah mengambil langkah tegas terhadap 8 orang siswanya yang terlibat. Sayangnya kuasa hukum sekolah, Otto Hasibuan enggan membeberkan identitas mereka. “Di skorsing mereka-mereka itu, ada 8 orang itu ditemukan di situ, yang menurut penilaian itu bisa dikenakan skorsing, diskorsing. Jadi, sekolah juga sudah mengambil tindakan,” kata Otto.
Kasi Humas Polres Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi menegaskan kasus akan terus berjalan. Ia mengatakan saat ini pihaknya tengah mendalami video dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. “Kita masih mendalami, yang jelas dari video, fakta-fakta yang ada, keterangan saksi itu memperkuat dan memperjelas yang dilaporkan,” kata dia.
Ia menambahkan, sebanyak 18 saksi telah dijadwalkan untuk dilakukan pemeriksaan. Namun, dia tidak merinci terkait identitas saksi tersebut. “Dari saksi kemarin kita minta itu 18 orang, kemudian kita jadwal ulang untuk semua yang sudah diperiksa nanti diperiksa kembali,” ucapnya.
Kasus yang Berulang
Kasus perundungan di lingkungan sekolah yang dinaungi Binus School Education bukan yang pertama. Pada awal tahun, perundungan juga terjadi di Binus School Serpong. Dilakukan oleh sejumlah oknum murid kelas 12 terhadap korban yang masih duduk di bangku kelas 10.
Kabarnya tindakan bullying dilakukan oleh Geng Tai di sebuah warung yang disebut dengan Warung Ibu Gaul (WIG). Warung tersebut berada di seberang salah satu pintu masuk sekolah itu. Setiap hari warung tersebut memang menjadi tempat berkumpul beberapa murid. Biasanya, mereka berkumpul sepulang sekolah.
Pada kasus tersebut, polisi menetapkan 4 orang tersangka yakni inisial E (18), R (18), J (18), dan G (19). Polisi juga menetapkan tujuh orang anak sebagai Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) dalam kasus bullying di Binus School.
Kepada para tersangka dan ABH, polisi menerapkan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kelalaian Sekolah
Pada prinsipnya, sekolah memiliki tanggung jawab untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang meliputi penguatan tata kelola, edukasi, dan penyediaan sarana dan prasarana.
Sekolah sebagai tempat pendidikan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya bullying, baik secara etis dan moral maupun secara hukum. Karena sekolah bertindak sebagai “orang tua pengganti”, yang memiliki tugas untuk mendidik dan melindungi para siswa semaksimal mungkin dari segala bentuk kekerasan.
Psikolog Pendidikan Anak, Tika Bisono, menilai perlu ada sanksi bagi sekolah yang tidak bisa mencegah kasus perundungan atau bullying di sekolah masing-masing. Menurutnya, selama ini sanksi terlalu fokus diberikan pada siswa atau guru pelaku pelaku kekerasan di sekolah. “Sekolah harusnya juga diberikan sanksi,” kata Tika kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Tika mengatakan, sanksi bisa diberikan dalam bentuk peringatan mendapat penilaian buruk dalam sistem riwayat sekolah. Sistem riwayat sekolah tersebut nantinya juga bisa diakses para orangtua yang sedang mencari sekolah untuk anaknya.
Sanksi berat lainnya, lanjut Tika, juga sekolah yang kedapatan ada kasus bullying atau kekerasan lainnya harus diberi hukuman untuk tidak menerima siswa baru selama satu tahun. “Diskors tidak boleh terima siswa satu tahun. Atau ditahan perpanjangan izin sekolahnya. Mereka harusnya pasti mikir (jangan sampai ada kasus kekerasan di sekolah),” tuturnya.