Buntut BUMN Kemplang Tagihan Vendor, DPR: Ujung-ujungnya Minta Duit ke Pemerintah dan DPR


Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam angkat bicara terkait banyaknya vendor yang menjerit karena tagihannya tak kunjung dibayar BUMN.

Ia mengatakan, seharusnya BUMN membina para vendor yang menjadi mitranya. Bukan malah menangguhkan pembayaran tagihan yang membuat para vendor khususnya yang kecil-kecil terancam bangkrut. “Vendor-vendor tersebut harusnya dibina BUMN, bukannya malah dibinasakan,” kata Mufti di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Mufti menegaskan, pola buruk BUMN yang tidak membayar vendor harus segera dihentikan. Jika hal tersebut terus dilakukan, dampaknya sangat jelek bagi negara dan BUMN itu sendiri.

“Yang pasti BUMN tersebut akan kesulitan mendapatkan vendor yang berkualitas karena mereka takut tidak dibayar. Dan ini sudah banyak terjadi juga,” ucapnya.

Kalau sudah begitu, kata Mufti, reputasi BUMN yang doyan kemplang tagihan para vendor, langsung jeblok. Kondisi ini, tentu saja berdampak buruk kepada BUMN tersebut. Mereka akan kesulitan ketika mengajukan kredit atau utang bank. Karena reputasi BUMN itu terlanjur jeblok.

“Ujung-ujungnya kalau tidak punya duit, BUMN itu datang ke pemerintah dan DPR, minta-minta PMN (Penyaluran Modal negara). Padahal BUMN itu sendiri yang menciptakan kesulitan untuk dirinya sendiri,” papar politikus PDIP itu.

Mufti mendesak Menteri BUMN, Erick Thohir untuk meningkatkan pengawasan dan tata kelola di BUMN. Rasa-rasanya, Kementerian BUMN perlu mendalami utang BUMN di sejumlah vendor khususnya yang sekelas koperasi atau sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

“Kalau perlu ajak Kementerian UKM dan Koperasi agar bagaimana menyelamatkan mereka karena tagihannya tidak kunjung dibayar BUMN,” tuturnya.

Mufti menegaskan Kementerian BUMN harus bisa melihat dan mengakses laporan keuangan BUMN dalam hal utang-utang dengan vendor mitra. Pasalnya selama ini BUMN dianggap bermain-main dalam menggelondongkan utang mereka kepada para vendor.

“Giliran BUMN kembang-kempis lalu urusan membayar vendor besar yang memiliki ‘beking kuat’ biasanya diprioritaskan. Tapi vendor kecil yang para UKM dan koperasi ini tidak digubris,” ujarnya.

“Apalagi vendor kecil ini kan uangnya terbatas dan tidak bisa sewa pengacara, selesai sudah nasibnya. Beda dengan vendor besar yang bisa sewa pengacara, bisa lobi sana sini, suap sana sini,” kata Mufti menambahkan.

Mufti pun menyatakan persoalan BUMN yang kerap mengabaikan kewajiban pembayaran utangnya ke vendor kecil telah menjadi catatan bagi DPR sebagai lembaga yang memiliki peran penting dalam pengawasan. Bahkan, perilaku buruk BUMN tersebut menjadi catatan penting bagi kami anggota DPR.

“Poles-poles laporan yang disampaikan saat BUMN dipanggil DPR sudah tidak mempan lagi, karena kami telah melakukan penyerapan aspirasi dan melakukan investigasi terkait hal ini,” ungkap Mufti.

Dia juga menyoroti pentingnya pemerintah berpihak kepada vendor kecil yang jerih payahnya belum dibayar BUMN. “Ini hanya sebagian kecil yang harus dibayar Kementerian BUMN demi menyelamatkan vendor kecil. Dan tebus kesalahan dengan membina BUMN agar menjadi lebih baik, lalu angkat komisaris dan direksi yang kompeten dan bertanggung jawab,” pungkasnya.