Arena

Buntut Jadwal Padat BWF, Irama Pertandingan Bulu Tangkis Jadi Lambat

Padatnya turnamen yang digelar federasi dunia BWF membuat para atlet pebulu tangkis dunia harus menjalani setiap laga dalam kondisi lelah. Kondisi itu membuat laga cenderung berjalan lambat. Maraknya atlet yang cedera dan mengundurkan diri pun tidak terhindarkan.

Kondisi lelahnya para atlet membuat banyak pertandingan berirama lambat. Tak pelak, laga-laga itu berlangsung dalam durasi panjang. Nomor ganda putra, yang biasanya berlangsung dengan tempo cepat, juga tidak terhindarkan dari situasi itu.

Mungkin anda suka

”Kalau saya nilai, kondisi pemain ganda putra Indonesia hanya sekitar 60-70 persen dari kondisi terbaiknya. Ditambah kok yang agak berat, tidak jarang permainan ganda putra menjadi mirip ganda putri karena memang sulit untuk mendapat poin dalam sekali serang,” ujar Herry I Pierngadi, pelatih ganda putra Indonesia diktup dari BadmintonIndonesia.

Pada babak pertama Indonesia Terbuka, terdapat 14 laga dengan durasi satu jam atau lebih, termasuk tiga tunggal putra dan tiga ganda putra. Pertandingan ganda putra, Satwiksiraj Rankireddy/Chirag Shetty melawan Kang Min-hyuk/Seo Seung-jae, menjadi salah satu yang terlama pada babak kedua Indonesia Terbuka, yaitu berdurasi hingga satu jam 15 menit.

Kami bermain benar-benar dengan sisa tenaga. Senang akhirnya bisa melewati laga ini,”

Tidak heran, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon melakukan selebrasi bak juara seusai mengalahkan Choi Sol-gyu/Kim Won-ho, 12-21, 21-19, 21-18, di babak kedua selama satu jam. Sehari sebelumnya, mereka melewati babak pertama dalam laga satu jam 15 menit.

”Kami bermain benar-benar dengan sisa tenaga. Senang akhirnya bisa melewati laga ini,” kata Kevin.

Kehabisan tenaga

Meski hanya mengandalkan sisa tenaga, Kevin/Marcus akhirnya selalu menembus final dalam tiga turnamen di Bali. Mereka selalu bermain dalam laga perebutan juara dalam lima turnamen terakhir, meskipun kalah pada tiga laga di antaranya.

Pemain ganda campuran Thailand, Sapsiree Taerattanachai, bahkan menjadi pemain dengan pertandingan terbanyak setelah Olimpiade, yaitu 50 laga dalam rentang 71 hari. Hal itu karena Taerattanachai bermain dalam ganda campuran dan putri pada hampir setiap turnamen.

”Sangat melelahkan. Tetapi, setiap masuk lapangan, rasa lelah itu langsung hilang,” kata pemain yang menyapu bersih gelar ganda campuran Indonesia Masters, Indonesia Terbuka, dan Final BWF, bersama Dechapol Puavaranukroh itu. Motivasi dan semangat juang jadi bekal tersisa semua atlet saat berlaga.

Cedera Tanpa Poin

Tunggal putra Jepang, Kento Momota, mengalami nasib lebih tragis pada Perancis Terbuka. Meski berusaha menahan sakit akibat cedera punggung, ia kehilangan poin dari turnamen level Super 750 tersebut karena mengundurkan diri saat melawan rekan senegaranya, Kanta Tsuneyama, pada skor 26-24, 11-21, 0-1.

Pelatih ganda putri, Eng Hian, bahkan menyebut padatnya rangkaian turnamen itu sebagai ”periode gila”.

Statuta BWF tentang Sistem Peringkat Dunia bagian 4.4 menyebut, pemain yang mundur dari pertandingan melawan rekan senegara tak berhak mendapat poin. Hal itu berlaku untuk Kejuaraan Dunia, turnamen BWF World Tour Super 1000, 750, dan 500, serta kejuaraan individu dan multiajang kontinental, seperti Kejuaraan Asia dan Asian Games.

Peraturan ini mendapat sorotan dari Anthony Sinisuka Ginting saat menjadi tamu dalam podcast pemain Denmark, Anders Antonsen. Anthony menjawab kasus cedera Momota ketika ditanya seandainya bisa mengubah peraturan bulu tangkis. Antonsen dan pemain Denmark lainnya, Hans-Kristian Vittinghus, bahkan sependapat dengan Anthony.

”Dulu, peraturan itu dibuat saat banyak pemain China mundur pada pertandingan dengan rekan senegara mereka. Saat ini, aturan itu rasanya tidak adil lagi,” kata Antonsen.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button