Cabut STR dan SIP Pelaku Pencabulan PPDS Unpad! DPR: Kejahatan Berat Kemanusiaan


Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati mengecam keras tindakan keji dugaan rudapaksa yang dilakukan oleh seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjajaran (Unpad) terhadap tiga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Ia meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Register (STR) agar pelaku tidak lagi bisa praktik melayani pasien. Jika STR dicabut, maka Surat Izin Praktik (SIP) pelaku juga tidak dapat digunakan.

“Tindakan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi medis dan merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Kami mengutuk keras kekerasan seksual terhadap pasien dalam bentuk apa pun. Sanksi pencabutan STR dan SIP harus diberikan, karena terjadi saat pelaku sedang berpraktik menangani pasien,” tegas Kurniasih dalam keterangan yang diterima di Jakarta, dikutip Sabtu (12/4/2025).

Menurutnya, pasien adalah pihak yang paling rentan dan harus dilindungi sepenuhnya saat menjalani perawatan medis. Kepercayaan yang diberikan pasien kepada tenaga medis adalah amanah yang sangat besar, dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang merugikan, bahkan merusak jiwa dan raga pasien.

“Pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Kami juga mendorong Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan dokter untuk mengevaluasi sistem pengawasan internal agar kejadian seperti ini tidak pernah terulang,” ujarnya.

Politisi PKS ini juga menegaskan komitmennya sebagai anggota Komisi IX DPR RI untuk memperjuangkan perlindungan yang lebih kuat terhadap pasien melalui regulasi dan sistem pengawasan yang ketat, termasuk dalam pendidikan dan praktik kedokteran.

“Pasien harus merasa aman saat berada di ruang perawatan. RS bukan tempat yang membahayakan, tetapi tempat untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi,” ungkapnya.

Sebagai bentuk perlindungan yang nyata, ia mendorong hadirnya kebijakan yang menjamin keamanan dan kenyamanan pasien, baik secara fisik maupun psikologis seperti, pendampingan bagi pasien perempuan, hingga peningkatan literasi pasien terhadap hak-haknya dalam pelayanan kesehatan.

“Kami ingin memastikan setiap pasien memiliki jaminan perlindungan saat menjalani perawatan. Negara wajib hadir dan menjamin rasa aman itu,” tandasnya.