Gedung Bank Indonesia (BI). (Foto: Antara).
Tahun ini, cadangan devisa (cadev) terus meningkat, hingga mencapai level tertinggi sebesar US$151,2 miliar pada Oktober. Kenaikan ini disebabkan penerimaan pajak, jasa, dan pinjaman luar negeri yang masuk kuartal III-2024. Namun Bank Indonesia (BI) jangan senang dulu.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH), melihat adanya tanda-tanda penurunan cadev di akhir 2024. Hal itu semakin nyata karena banyak faktor eksternal.
“Salah satu kekhawatiran utama adalah tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terus berlanjut dalam beberapa bulan terakhir,” kata ANH, Jakarta, Kamis (7/9/2024).
Dia bilang, cadex Indonesia sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Pada 2022 hingga 2024, cadev Indonesia menunjukkan peningkatan yang bervariasi, mencerminkan daya tahan sektor eksternal.
Pada 2022, lanjutnya, cadev Indonesia mengalami fluktuasi signifikan dengan posisi akhir tahun di level US$137,2 miliar. Fluktuasi ini dipicu oleh kenaikan suku bunga bank sentral negara maju yang mendorong arus modal keluar dari pasar berkembang, termasuk Indonesia.
Selama 2023, kata ANH, cadangan devisa Indonesia meningkat di kuartal pertama dan kedua, berkat peningkatan penerimaan ekspor komoditas utama. Namun, kuartal III, cadev menghadapi tekanan akibat kebijakan moneter ketat bank sentral AS (The Federal Reserve) yang memperkuat dolar dan menekan rupiah.
“Bank Indonesia melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang berimbas susutnya cadev. Akibatnya, cadev Indonesia akhir 2023, tercatat sekitar 140,2 miliar dolar AS. Mencerminkan upaya untuk menjaga likuiditas dan stabilitas ekonomi eksternal,” kata ANH.
Pada 2024, lanjutnya, posisi cadev meningkat hingga mencapai angka tertinggi US$151,2 miliar pada Oktober. Kenaikan ini disebabkan oleh penerimaan pajak, jasa, dan pinjaman luar negeri yang masuk pada kuartal ketiga.
“Namun, tanda-tanda risiko penurunan cadev di akhir tahun semakin nyata karena banyak faktor eksternal. Salah satu kekhawatiran utama adalah tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terus berlanjut dalam beberapa bulan terakhir,” imbuhnya.
Gejolak ekonomi global menjadi ancaman besar bagi stabilitas cadev Indonesia. Ketidakpastian kebijakan moneter di AS dan negara maju lainnya telah menciptakan volatilitas di pasar keuangan global.
“Federal Reserve menunjukkan kecenderungan untuk terus memperketat kebijakan moneter guna mengendalikan inflasi domestik. Akibatnya, aliran modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, terpengaruh,” imbuhnya.
Ketika suku bunga AS lebih tinggi, lanjutnya, investor cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang untuk diinvestasikan pada aset berdenominasi dolar AS. Permintaan dolar yang meningkat menyebabkan depresiasi rupiah, sehingga Bank Indonesia perlu mengeluarkan cadangan devisa untuk stabilisasi nilai tukar.
“Fluktuasi harga komoditas turut menentukan posisi cadev Indonesia. Sebagai negara pengekspor komoditas, stabilitas cadev Indonesia sangat bergantung pada harga pasar global,” kata ANH.