News

Calon Hakim Agung Triyono Klaim Lonjakan Hartanya Berasal dari Warisan

Komisi III DPR RI mencecar calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN) Khusus Pajak Triyono Martanto. Triyono menerima berbagai pertanyaan terkait harta kekayaan fantastis Rp51,2 miliar dalam uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung di Komisi III DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2023).

Salah satu pertanyaan terlontar dari anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. Dia mempertanyakan harta kekayaan Triyono. Sebab, harta mantan pegawai pajak ini terbilang melejit.

“Karena ini sudah tersebar di sosial media, kalau tidak salah melalui sebuah akun bernama partaisocmed, maka saya perlu untuk mengklarifikasi dalam ruangan ini ya,” kata Arsul .

“Kalau saya lihat catatan, saya lihat kembali, riwayat LHKPN saudara calon hakim agung, sebenarnya saudara termasuk yang rajin. Pertama, memasukkan LHKPN tahun 2008, dengan total Rp1,274 Miliar, kemudian di April 2010 Rp1,753 Miliar,” lanjut Arsul kepada Triyono.

Kemudian, pada 2011 sebesar Rp2,251 miliar. Dua tahun kemudian atau pada 2013, harta kekayaan yang dilaporkan Triyono sebesar Rp2,740 miliar. Kemudian pada Oktober 2026, sebesar Rp4,733 miliar. Selanjunya, Oktober 2017 sebanyak Rp8,324 miliar.

Harta kekayaan Tryinono kemudian semakin meningkat. Pada 2018 tercatat Rp8,894 miliar dan menjadi Rp9,116 miliar di 2019. Lalu, pada 2021, jumlah harta kekayaan yang tercantum dalam LHKPN Triyono melonjak jumlahnya menjadi Rp51,2 miliar.

“Nah saya mohon ini dijelaskan agar tidak jadi fitnah,” terang Asrul.

Triyono kemudian menjelaskan, lonjakan harta yang terjadi pada tahun 2020 dan 2021 dari Rp9 miliar menjadi Rp19 miliar, merupakan warisan dari orang tuanya.

“Ini disebabkan pada saat itu kondisi orang tua saya pada 2020 sudah sangat menurun. Pada saat itu beliau ingin setidak-tidaknya membahagiakan, membagikan sebagian hartanya dengan cara hibah,” ungkap Triyono.

“Jadi pada saat itu kami bertiga dapat hibah dari ibu saya, masing-masing Rp10 Miliar, dan itu masing-masing dimasukkan di BRI,” lanjutnya.

Pada 2021, ia menyebut ibundanya meninggal dunia dengan kondisi Triyono yang sedang dikarantina karena terkena COVID-19. “Pada saat itu juga saya tidak bisa menghadiri ibu saya, untuk yang terakhir kalinya, karena situasinya tidak memungkinkan,” kata Triyono memaparkan.

“Selanjutnya harta waris dari orang tua selanjutnya dibagi pada 2021, jadi ibu itu meninggal 2 Desember dan itu tentu harus dikumpulkan dulu ya data-datanya yang ada disana,” sambung dia.

Setelah mengecek data-data tersebut, Triyono baru mengetahui sebagian besar harta ini berbentuk deposito, tabungan, dan surat berharga negara. “Setelah dibagi masing-masing, saya mendapat bagian Rp30.562.514.284 (miliar) dan itu semua sudah saya laporkan di dalam LHKPN saya,” tegasnya.

Ia mengakui bahwa pada saat itu, ia terpikir apakah layak memasukkan uang bernominal cukup besar tersebut ke dalam LHKPN dan tak akan menjadi masalah. Namun, ia tetap memasukkan ke data LHKPN agar tak semakin menjadi masalah di kemudian hari.

“Jadi ini di ruang publik ini saya juga akan mengklarifikasi terkait dengan hal itu. Semua harta semua arus itu sebenarnya ada di dalam sistem perbankan, dan itu sebenarnya bisa dilacak terkait dengan keberadaan harta saya (termasuk) penambahan harta saya tersebut,” imbuh dia.

“Harta dalam bentuk deposito, tabungan, dan SPN tentunya bisa ditarik, dan juga satu lagi saham. Saham itu juga ada di perbankan, jadi saham itu sudah dalam pengawasan OJK terkait dengan itu,” ujar Triyono menambahkan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button