Peneliti dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, menilai cara paling efektif Indonesia keluar dari middle income trap bukan hanya dengan mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi memastikan pertumbuhan itu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Usulan itu disampaikan Anwar setelah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy mengungkap kalau saat ini adalah kesempatan terakhir bagi Indonesia, keluar dari perangkap pendapatan menengah atau ‘middle income trap’.
Menurut Anwar, selain fokus pada pertumbuhan ekonomi, untuk keluar dari middle income trap Indonesia harus melakukan transformasi industri, dari sekadar mengandalkan sumber daya alam dan tenaga kerja murah menjadi industri bernilai tambah tinggi berbasis teknologi dan inovasi.
“Hilirisasi sumber daya seperti nikel dan kelapa sawit harus diarahkan untuk menghasilkan produk jadi, bukan sekadar bahan mentah atau setengah jadi yang diekspor ke luar negeri. Jika Indonesia tidak membangun industri yang kompetitif, maka negara ini akan terus menjadi pemasok bahan baku tanpa memiliki kontrol atas rantai nilai global,” kata Anwar dalam wawancara dengan inilah.com (14/3/2025).
Dia menekankan pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter dikelola dengan bijak agar tidak menciptakan beban utang yang berisiko di masa depan.
Saat ini, kondisi penduduk Indonesia disebut Bappenas sangat tidak baik-baik saja. Sebab ada 180 juta rakyat Indonesia kurang gizi, satu pertiga anak-anak muda stunting, skor PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia hanya sedikit di atas Timor Leste.
Bukan hanya itu, prevalensi TBC (Tuberkulosis) hingga satu juta orang, kematian TBC sebanyak 100 ribu orang per tahun, hingga 50 ribu bayi cacat lahir setiap tahun.
Rachmat berharap anggota DPR, dan pimpinan DPR bersama-sama bertanggung jawab menyelesaikan persoalan mendasar Indonesia, yakni bagaimana Indonesia lepas dari middle income trap.