Ototekno

CCTV Buatan China Jadi Musuh Bersama di Banyak Negara

Penggunaan kamera CCTV sudah menggurita di mana-mana. Namun, muncul kecurigaan di banyak negara bahwa alat tersebut juga berfungsi sebagai mata-mata negara di mana produk itu dibuat yakni China. Akibatnya, CCTV pun menjadi musuh bersama.

Departemen Pertahanan Australia memutuskan untuk menghapus kamera pengintai buatan China dari kantornya karena kekhawatiran akan keamanan nasional. Itu terjadi setelah audit menemukan 900 buah peralatan pengawasan dibangun oleh perusahaan yang sebagian dimiliki pemerintah China.

Setidaknya 913 kamera, interkom, sistem entri elektronik, dan perekam video yang dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan China Hikvision dan Dahua dilaporkan telah ditemukan di berbagai perkebunan pemerintah Australia, termasuk Departemen Pertahanan serta Departemen Luar Negeri dan Perdagangan.

Hikvision dan Dahua merupakan perusahaan China milik negara yang sebelumnya juga terlibat dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan pengawasan massal terhadap warga Uighur di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR) China.

Menteri Pertahanan dan Wakil Perdana Menteri Australia Richard Marles mengatakan pada Kamis (9/2/2023) bahwa pemerintah terpaksa memindahkan kamera dari setiap lokasi pertahanan untuk membuatnya benar-benar aman.

“Ini adalah masalah – kami sedang melakukan penilaian terhadap semua teknologi untuk pengawasan di kawasan pertahanan, dan di mana kamera khusus itu ditemukan, kamera itu akan dihapus,” kata Marles kepada ABC.

“Saya tidak berpikir kita harus melebih-lebihkannya, tetapi itu adalah hal yang signifikan yang menjadi perhatian kami, dan kami akan memperbaikinya,” katanya lebih lanjut.

Mengenai kamera yang ditemukan di gedung-gedung pemerintah lainnya, Jaksa Agung Australia Mark Dreyfus mengatakan pemerintah akan meninjau ulang apakah kamera tersebut perlu dilepas.

Namun, Menteri Bayangan Keamanan Siber untuk Partai Liberal, James Paterson, mengatakan bahwa kamera di semua kantor pemerintah perlu dihapus, karena Australia ‘tidak mungkin’ mengetahui apakah data yang dikumpulkan oleh perangkat buatan China ini diserahkan kepada badan intelijen negara asalnya.

“Kami sangat membutuhkan rencana dari pemerintah untuk mengambil setiap perangkat ini dari departemen dan lembaga pemerintah Australia,” kata Paterson.

Undang-undang Intelijen Nasional China tahun 2017 memang mewajibkan organisasi dan warga negara untuk ‘mendukung, membantu, dan bekerja sama dengan pekerjaan intelijen negara’.

Undang-undang tersebut merupakan pertimbangan yang signifikan terkait kebijakan pemerintah Australia pada 2018 yang melarang perusahaan telekomunikasi China, termasuk Huawei dan ZTE, dalam proyek jaringan 5G negara tersebut. Kebijakan ini juga sebagai tanggapan terhadap kebijakan China yang memberlakukan pembatasan perdagangan dan tarif ekspor Australia seperti batu bara, lobster, dan anggur.

Produsen CCTV membantah

Sementara itu, juru bicara Hikvision mengatakan bahwa tudingan perusahaan sebagai ancaman terhadap keamanan nasional itu ‘salah secara kategoris’.

“Tidak ada lembaga atau penilaian teknis terkemuka yang sampai pada kesimpulan ini,” kata juru bicara itu seraya menambahkan bahwa perusahaan tidak dapat mengakses data video pengguna akhir dan, oleh karena itu, tidak dapat mengirimkannya kepada pihak ketiga.

EurAsian Times sempat meminta komentar kepada pensiunan perwira Angkatan Darat India Letnan Jenderal (Dr) RS Panwar, yang bertugas di Korps Sinyal, apakah pabrikan dapat mengakses data dari kamera ini.

“Selama ada koneksi jaringan fisik yang tersedia dari pabrikan ke kamera, dari sudut pandang teknis, sebaiknya anggap bahwa semua data dapat diakses oleh pabrikan, terlepas dari klaim yang bertentangan bahwa akses telah diblokir melalui kontrol perangkat lunak,” jelas Panwa.

Lebih lanjut ia mengatakan, mengingat Undang-Undang Intelijen Nasional China tahun 2017 ditambah dengan kontrol negara yang ketat di China atas sektor swasta secara umum, satu-satunya anggapan yang bijaksana dari perspektif keamanan nasional adalah bahwa semua data dibuat dan tersedia untuk badan-badan intelijen China.

Backdoors ditemukan di kamera

Keputusan pemerintah Australia soal CCTBV ini muncul setelah langkah serupa dilakukan pemerintah Inggris dan AS tahun lalu. Pada November 2022, pemerintah Inggris melarang penggunaan kamera yang dibuat Hikvision di tempat yang ‘sensitif’, dengan alasan ancaman terhadap Inggris Raya dan peningkatan kemampuan serta konektivitas sistem ini.

Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) juga telah melarang peralatan telekomunikasi dan pengawasan video dari beberapa merek China terkemuka, termasuk Hikvision dan Dahua, untuk melindungi jaringan komunikasi negara tersebut.

Celah keamanan yang serius telah terdeteksi di masa lalu pada kamera yang diproduksi oleh kedua perusahaan ini, yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses gambar dan data dari jarak jauh tanpa izin pemiliknya. Misalnya, pada 2021, penyiar Italia Rai mengungkapkan bahwa data yang dikumpulkan dari kamera Hikvision yang dipasang di tempatnya dikirim ke server di China, tampaknya karena ‘kesalahan’. Rai juga mengungkapkan bahwa 100 kamera di bandara utama Roma telah beberapa kali mencoba terhubung dengan komputer yang tidak dikenal.

Juga, pada 2017, seorang peneliti anonim menemukan kerentanan yang signifikan di banyak produk Dahua. Peneliti menemukan backdoor yang memungkinkan akses admin jarak jauh yang tidak sah melalui web. Pihak Dahua sendiri membantahnya dan mengatakan bahwa itu adalah kesalahan (‘masalah pengkodean’) dan tidak dilakukan dengan sengaja.

“Semua kamera memiliki kerentanan,” kata Conor Healy dari situs web keamanan komputer AS, IPVM. “Apa yang membuat beberapa kamera China berbeda adalah adanya lebih banyak kelemahan keamanan. Undang-undang China mewajibkan perusahaan melaporkan kerentanan kepada pemerintah dalam waktu dua hari. Pemerintah China pasti memiliki kesempatan untuk menggunakannya.”

Laporan menunjukkan bahwa kamera ini dapat diakses dari jarak jauh untuk memata-matai warga, kantor polisi, universitas, dan rumah sakit untuk intelijen yang berharga.

Misalnya, kamera dapat digunakan untuk memantau kedatangan dan kepergian orang di departemen pemerintah, di mana pejabat membuat keputusan kebijakan penting terkait kebijakan luar negeri dan keamanan. Lewat mikrofon internal bahkan memungkinkan percakapan para pejabat itu dipantau.

Membantu serangan rudal presisi

Masih mengutip EurAsian Times, pada 2015, seorang insinyur Hikvision bernama Li Yanxiang yang menulis sebuah artikel tentang pekerjaannya bersama pakar senjata dari Departemen Persenjataan Umum Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), menjelaskan bagaimana teknologi pengawasan dapat digunakan untuk tujuan militer.

Li mengatakan pekerjaannya melibatkan penggunaan teknologi pengawasan untuk meningkatkan akurasi rudal yang ditembakkan dari sistem permukaan-ke-udara dan permukaan-ke-permukaan menggunakan peluncur tetap dan bergerak.

“(Kita harus) menggunakan kamera pengintai untuk menangkap saat rudal mencapai atau meleset dari target dan mengumpulkan kecepatan angin, suhu, serta kelembaban udara. Kemudian kita dapat menghitung apakah sudut datangnya benar dan di sudut mana rudal memiliki kekuatan penetrasi/mematikan yang paling kuat,” tulis Li.

Ia kemudian berbicara singkat tentang sistem pengawasan yang akan disediakan oleh Hikvision. “Kita perlu menggunakan kamera berkecepatan tinggi, yang dapat menangkap setidaknya 200 hingga 500 frame per detik. Dengan banyaknya rekaman, kami perlu membangun server memori lokal dan catu daya.”

Ini berarti bahwa teknologi pengawasan dapat digunakan untuk serangan rudal presisi di lokasi strategis seperti pusat pemerintahan penting atau kawasan industri, dan sebagainya.

Lalu pantaskan kita di Indonesia curiga bahwa CCTV buatan China yang juga banyak digunakan di banyak tempat termasuk pada lokasi-lokasi strategis. Kehatian-kehatian sepertinya menjadi hal mutlak untuk menjaga kerahasian negara dari upaya memata-matai negara lain.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button