News

Cekcok Ferdy Sambo-Putri Candrawathi Terkuak, Diiringi Tangis Perempuan Misterius

Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu mengungkap soal cekcok atau pertengkaran yang pernah terjadi antara Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi. Menurut Bharada E, cekcok itu berlangsung Juni 2002 yang diwarnai tangisan perempuan misterius.

Hal ini diungkap Bharada E saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (30/11/2022).

Kesaksian Bharada E menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso tentang kemungkinan adanya peristiwa atau pertengkaran antara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang disaksikan Richard.

“Pada waktu sebelum kejadian di Magelang, apakah ada peristiwa-peristiwa lain yang misalnya semacam kaya pertengkaran saudara PC dan FS, atau PC dengan Yosua?” tanya Hakim Wahyu .

Kemudian, Bharada E mengaku tahu adanya cekcok atau pertengkaran Ferdy dan Sambo. Bahkan, dia melihat langsung raut wajah pasangan suami istri itu yang nampak berbeda seperti biasanya.

“Jadi pada waktu bulan Juni, itu saya sempat naik piket bersama almarhum Yosua, padahal almarhum ini ajudan ibu. Tapi karena bang Matius ini sedang jaga. Jadi yang naik piket saya sama almarhum,” jelas Bharada E.

Lalu, ia melihat Putri turun tangga dari rumahnya di Jalan Saguling. Brigadir J yang membawa senjata tampak mengikuti Putri.

“Habis itu (Brigadir J Bilang) ‘Dek Richard kamu di mobil sendiri di belakang. Jadi kami jalan ke arah Kemang. Tapi belum di kediaman yang mulia (rumah Bangka),” lanjut Bharada E.

Kendati tak memahami tujuan dan maksud dari Brigadir J, ia mengemudikan mobil menuju Kemang. Ia sempat berputar-putar hingga akhirnya mengakhiri perjalanan di rumah Ferdy Sambo di Jalan Bangka, Jakarta Selatan.

Saat Putri turun dari mobil, sambungnya, raut wajah Putri nampak berbeda seperti sedang menyimpan amarah. Brigadir J lalu meminta Bharada E memarkirkan mobil di area belakang rumah Jalan Bangka.

Tak lama berselang, Ferdy Sambo bersama para ajudannya tiba dengan memasang raut wajah yang sama seperti Putri, penuh amarah.

“Pak FS kayak marah-marah juga langsung masuk ke dalam rumah. Almarhum bilang Chad nanti ada Pak Eben datang, rekannya bapak. Pas datang saya tidak melihat. Karena pada saat itu saya sedang di belakang, saya tidak tahu Pak Eben datang dengan siapa,” ungkap Bharada E seraya menirukan percakapan dengan Brigadir J.

Namun, Bharada E mengaku tak melihat tamu datang karena sedang berada di belakang rumah. Bharada E mendapat perintah untuk tak berada di dalam area rumah, tetapi beranjak ke depan rumah yang berada di di Jalan Bangka tersebut.

Bharada E kemudian terkejut lantaran pintu rumah Ferdy Sambo ada yang membuka dari dalam. Seketika, seorang perempuan yang menangis berjalan keluar.

“Saya tidak kenal yang mulia. Saya bertanya-tanya ini siapa perempuan itu menangis,” jelas Bharada E.

Selanjutnya, perempuan itu meminta dipanggilkan sopir yang berada di dekat rumah Bangka. Tak berselang lama, perempuan itu masuk ke dalam mobil dan meninggalkan rumah Ferdy Sambo di Jalan Bangka.

“Tapi memang saya tidak tahu siapa dan ada apa di dalam. Perempuan itu cuma bilang mau cari driver-nya. Saya cari ke samping Mobil Pajero Hitam kalau tidak salah,” terangnya.

Menurut Bharada E, setelah kejadian itu, Ferdy Sambo lebih sering tinggal di rumah pribadinya di Jalan Saguling ketimbang di Jalan Bangka.

Lima Terdakwa

Perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat menyeret lima orang tersangka yang kini berstatus terdakwa lantaran dalam proses persidangan. Kelima terdakwa yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.

Pembunuhan berencana Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jaksel, Jumat (8/7/2022). Saat itu, Ferdy Sambo menjabat Kadiv Propam Polri.

Kelima terdakwa dikenakan pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button