Beberapa tahun lalu, pernyataan selebgram Gita Savitri mengenai anak sebagai beban memicu kontroversi besar. Kini, isu childfree (keputusan untuk tidak memiliki anak) kembali mencuat dan semakin populer, terutama setelah banyak figur publik yang mengkampanyekan gaya hidup ini. Fenomena ini patut disorot, mengingat Indonesia adalah negara dengan nilai religius yang kuat, di mana melanggengkan keturunan adalah bagian dari implementasi prinsip dalam beragama. Bagi sebagian orang, anak bukan hanya penerus generasi, tetapi juga amanah yang diberikan Tuhan untuk dijaga dan dibimbing.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, sekitar 8,2% perempuan usia subur memilih untuk hidup tanpa anak. Angka ini bahkan lebih tinggi di daerah perkotaan seperti DKI Jakarta (14,3%), Jawa Barat (11,3%), dan Banten (15,3%). Dalam konteks Indonesia, di mana mayoritas masyarakatnya menjunjung tinggi prinsip agama, fenomena childfree menimbulkan pro dan kontra.
Mengapa Childfree Tidak Tepat
Childfree adalah keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak dengan berbagai alasan, seperti kekhawatiran terhadap kondisi lingkungan yang semakin buruk, tantangan ekonomi, masalah kesehatan, atau trauma masa lalu. Meski demikian, alasan-alasan tersebut sering kali berbenturan dengan kodrat manusia untuk melanjutkan keturunan, yang merupakan bagian dari takdir dan tujuan hidup yang sudah digariskan. Dalam pandangan agama, terutama Islam, menikah dan memiliki keturunan yang berkualitas adalah salah satu amanah yang harus dijalankan.
Fenomena childfree ini telah berkembang pesat, terutama di negara-negara maju, dengan alasan fokus pada karier atau ketidakmampuan untuk menyediakan kehidupan yang “ideal” bagi anak-anak. Namun, saya percaya bahwa ini adalah pilihan yang tidak bijaksana. Ada beberapa alasan mengapa childfree bukanlah pilihan yang tepat.
1. Kodrati Manusia
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang memerlukan interaksi dan komunikasi dengan sesama. Manusia diciptakan untuk hidup dalam keluarga yang harmonis, yang merupakan tempat pertama bagi anak-anak untuk belajar tentang kehidupan. Jika semakin banyak pasangan yang memilih childfree, maka bisa dipastikan akan ada dampak sosial yang lebih besar, yaitu putusnya rantai generasi yang seharusnya terus tumbuh dan berkembang.
2. Pernikahan sebagai Jalan Terbaik
Pernikahan adalah cara yang telah ditentukan untuk membina keluarga dan melahirkan keturunan yang berkualitas. Jika fenomena childfree semakin berkembang, maka akan semakin mengikis pentingnya institusi pernikahan. Selain itu, hal ini berpotensi mengarah pada merosotnya moralitas dalam masyarakat. Tanpa keluarga yang terikat dalam pernikahan yang sah, muncul kemungkinan besar bahwa praktik perzinahan akan semakin merajalela, yang tentu saja akan berdampak buruk bagi masyarakat.
3. Egoisme dan Hak Asasi
Pilihan untuk tidak memiliki anak, jika dilihat lebih dalam, merupakan bentuk egoisme, di mana keputusan tersebut hanya mengutamakan kepentingan pribadi, mengesampingkan kewajiban dan amanah untuk melanjutkan keturunan. Dalam Islam, kehidupan adalah amanah, dan setiap pasangan yang menikah seharusnya siap untuk memiliki anak yang akan melanjutkan perjuangan hidup mereka. Mengabaikan hal ini berarti menolak salah satu kodrat manusia, yang pada akhirnya akan berdampak pada hancurnya generasi yang berkualitas.
Menghentikan Kampanye Childfree
Tantangan zaman memang semakin besar, namun solusi untuk masalah-masalah tersebut tidak bisa dengan mengabaikan kodrat dan tanggung jawab sebagai manusia yang diberi potensi oleh Allah. Kita sebagai masyarakat yang religius seharusnya mendukung generasi muda untuk memahami pentingnya peran mereka dalam melanjutkan keturunan yang berkualitas. Pemerintah, sekolah, dan masyarakat luas harus bersama-sama memberikan edukasi yang tepat mengenai bahaya dari kampanye childfree yang semakin marak ini.
Jika kita melihat kehidupan manusia, sejatinya ada lima fase yang harus dijalani: lahir, tumbuh, dewasa, menikah, dan memiliki keturunan yang nantinya akan melanjutkan generasi. Setiap fase ini memiliki nilai yang sangat besar dalam membangun keluarga dan masyarakat yang harmonis.
Anak bukanlah beban, melainkan anugerah dan amanah yang harus dijaga dan diberikan perhatian penuh. Dalam keluarga yang dilandasi oleh pernikahan yang sah, anak adalah sumber kebahagiaan dan merupakan penerus dari cita-cita dan perjuangan orang tua. Oleh karena itu, kita harus menanggapi dengan bijaksana setiap kampanye yang mendukung gaya hidup childfree.
Akhirnya, mari kita bersama-sama melawan narasi yang menganggap childfree sebagai pilihan tepat. Sebaliknya, mari kita perkuat nilai-nilai pernikahan dan melahirkan generasi yang berkualitas, demi masa depan yang lebih baik. Semoga generasi muda Indonesia tetap teguh pada kodratnya untuk menikah, memiliki keturunan, dan menjaga nilai-nilai agama yang menjadi dasar hidup.