Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bachtiar berharap, Menteri ESDM anyar, Bahlil Lahadalia bisa menyelesaikan polemik power wheeling dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Kalau memang Bahlil pro kepentingan nasional, kata Bisman, skema power wheeling tidak perlu dimasukkan dalam sistem kelistrikan nasional yang berbasiskan energi baru terbarukan (EBT).
“Ada kepentingan nasional yang harus dijaga pada sektor ketenagalistrikan daripada sekadar menerapkan skema power wheeling. Salah satu kepentingan negara yang harus dijaga antara lain adalah keterjangkauan tarif listrik yang selama ini dikendalikan oleh negara,” kata Bisman, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Kata Bisman, Menteri Bahlil sebagikan melakukan evaluasi terhadap draf RUU EBET yang memuat skema power wheeling.
Dia menilai, skema tersebut tidak berpihak kepada kepentingan negara, karena memungkinkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta langsung ke fasilitas milik negara.
Hal itu, menurut Bisman, jelas-jelas mengancam kedaulatan dan ketahanan energi nasional. “Dampak dari skema ini adalah sulitnya negara mengendalikan tarif listrik. Padahal, saat ini, negara telah mampu menjaga ketersediaan, keandalan serta keterjangkauan tarif listrik di tingkat masyarakat,” tegas Bisman.
Selain itu, masih kata Bisman, Bahlil perlu berhati-hati dalam menerapkan skema power wheeling yang tersemat di RUU EBET, karena berpotensi melanggar konstitusi dan mendorong liberalisasi sistem ketenagalistrikan.
Bisman juga mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa skema power wheeling inkonstitusional. Keputusan tersebut dituangkan dalam putusan nomor 111/PUU-XIII/2015, yang menyatakan bahwa unbundling dalam sektor kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945.
Putusan MK tersebut secara tegas mengukuhkan peran negara dalam menguasai sektor kelistrikan di Indonesia. “RUU EBET seharusnya dirancang untuk memperkuat kedaulatan negara atas energi baru dan terbarukan,” tegas Bisman.
Namun demikian, Bisman mengakui bahwa peran swasta dalam sektor energi perlu ditingkatkan, Langkah tersebut tidak harus dilakukan melalui skema power wheeling. “Memberikan insentif atau kemudahan perizinan saja sudah cukup tanpa perlu menggunakan skema power wheeling,” tegasnya.
Informasi saja, skema power wheeling mengizinkan perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrumnya langsung le pelanggan rumah tangga dan industri.
Pemerintah yang mengusulkan skema tersebut, namun ini ditolak banyak pihak. Mulai legislator hingga pengamat energi, kompak suaranya.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga vokalis Komisi VII DPR, Mulyanto bersuara lantang menolak skema tersebut. Karena, implikasinya sangat krusial yakni peluang pembangkit listrik swasta menjual listrik secara langsung ke konsumen yang meniadakan PT PLN (Persero).
Artinya, PLN tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi ada banyak pihak swasta yang membeli dan menjual listrik dan membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS).
“Dengan kata lain, pengusahaan listrik tidak lagi hanya dimonopoli oleh PLN tapi diliberalisasi kepada swasta dengan mengikuti mekanisme pasar,” ujar Mulyanto, Senin (8/7/2024).