Aksi takedown rilis APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) edisi Februari 2025 dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ramai diperbincangkan di jagat media sosial (medsos). Ada apa gerangan?
Misalnya, akun X @txtdaritax, menuliskan sejumlah poin penting dari rilis APBN KiTa bulan Januari 2025 yang sudah dihilangkan (takedown), namun sempat dicapture beberapa media.
“Kemenkeu sempat rilis #APBNKita tapi ditakedown lagi, tapi berita online udah capture beberapa poin,” tulis akun tersebut, dikutip Rabu (12/3/2025).
Poin pertama, tulis @txrdaritax, pendapatan negara Januari 2025 drop (-28,2 persen) secara tahunan (year on year/yoy), setara Rp62 triliun.
Penyebabnya karena penerimaan pajak (Januari 2025) jatuh hingga minus 41,86 persen. “Is CORETAX effect real?” tulis @txtdaritax.
Bisa jadi betul. Sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025, aplikasi pajak berbasis digital Coretax, banyak mengalami kendala.
Cukup membuat pening bahkan geregetan wajib pajak saat akan menjalankan kewajibannya. Tentu saja ini bisa berdampak kepada perolehan pajak di awal tahun ini.
Diduga setoran pajak Januari 2025 hanya Rp88,89 triliun, atau terjun bebas 41,86 persen ketimbang Januari 2024 sebesar Rp152,89 triliun.
Kedua, belanja negara. Realisasi belanja negara Januari 2025 mencapai Rp180,8 triliun. Atau turun 1,8 persen (yoy) dibanding Januari 2024 sebesar Rp184,2 triliun.
Artinya, lebih besar belanja ketimbang pendapatan negara yang berdampak kepada melebarnya defisit.
Terakhir kali defisit APBN pada bulan januari, terjadi pada 2021. Kala itu, ekonomi terkontraksi karena pandemi COVID-19. Nah, tahun ini tak ada COVID-19, APBN kok masih tekor alias defisit?
Ketiga, pembiayaan negara. Tata kelola keuangan negara, saat ini, tak beda dengan orang yang terperangkap pinjaman online (pinjol). Tiap bulan dia harus gali lubang tutup lubang.
Sebuah negara yang postur belanjanya lebih gemuk ketimbang pendapatan, maka harus ditutup dengan pembiayaan. Asal tahu saja, pembiayaan Januari 2025 mencapai Rp154 triliun. Atau naik 43,5 persen ketimbang Januari 2024 sebesar Rp107,3 triliun.
Keempat, keseimbangan primer yang berarti total pendapatan negara dikurangi belanja negara, selain pembayaran bunga utang.
Di mana, keseimbangan primer pada Januari 2025 mencapai Rp10,61 triliun, turun 83,7 persen (yoy) ketimbang Januari 2024 sebesar Rp65,25 triliun. “Mau bayar bunga utang saja sulit.”
Kelima, defisit anggaran. Overall, defisit anggaran Januari 2025 mencapai Rp23,5 triliun, atau setara -0,10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Posisi ini terbalik dengan Januari 2024 ketika APBN justru surplus Rp35,1 triliun. Atau setara 0,16 persen dari PDB.
Kondisi keuangan negara seperti ini, memang tidak sedang baik-baik saja. Bisa jadi biang keroknya itu tadi. Coretax effect.