News

Cukong di Balik Bisnis Anak Presiden

Sederet konglomerat berada dibalik ekspansi bisnis Gibran dan Kaesang. Tak butuh waktu lama, beragam bisnis dibangun tanpa kesulitan modal. Siapa saja mereka?

#Bagian ketiga dari lima tulisan.

Laporan Ubedilah Badrun, Dosen Universitas Negeri Jakarta, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menghentak publik. Tak tanggung-tanggung, bekas aktivis mahasiswa pada gerakan Reformasi 1998 itu melaporkan dua anak Presiden Jokowi. Keduanya, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, diduga melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan pencucian uang.

“Kami mengapresiasi setiap upaya untuk pemberantasan korupsi. KPK akan menelaah dan memverifikasi laporan tersebut”, ujar Ali Fikri, Plt Juru Bicara KPK.

Berikut hasil penelusuran Inilah.com soal para konglomerat dibalik ekspansi bisnis Gibran dan Kaesang.

  1. Gandi Sulistiyanto

Gandi Sulistiyanto memulai karir sebagai seorang profesional. Selama 30 tahun dia berkarya di Grup Sinarmas. Belum lama Presiden Jokowi mengangkatnya menjadi Duta Besar untuk Korea Selatan. Itu jabatan tak main-main.

Gandi menjadi representasi resmi negara untuk negeri ginseng itu. Gandi Sulistiyanto resmi melepas jabatan terakhirnya sebagai Managing Director perusahaan untuk mengabdi kepada negara menjadi Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan.

Sebelum berlabuh di Sinarmas, pria kelahiran 13 Februari 61 tahun lalu itu itu membawa ijazah Sarjana Teknik Universitas Diponegoro miliknya ke Astra. Mulai dari nol ditugaskan angkut sparepart otomotif, sampai mengakhiri karir di Astra sebagai Marketing Manager untuk produk BMW. Ketika menjalankan tugasnya di Astra, Gandi bertemu Indra Widjaja, anak Eka Tjipta widjaja saat main golf mencari pembeli, dan mendapat tawaran kerja di Sinarmas.

Langsung dapat posisi pilar, Gandi kemudian bergabung di Sinarmas pada 1992 sebagai CEO asuransi jiwa EkaLife.

Kemudian pada 1992 sampai 1997 dia mendirikan asuransi kerugian, LG Simas. Pada 1999, Gandi diberi tugas tambahan menjadi komisaris di BII yang kala itu masih di bawah naungan Sinarmas. Tak lama berselang, pada 2000 Gandi kemudian dipindah mengemban tugas di Sinar Mas sebagai managing director dengan tugas utama melakukan restrukturisasi.

Sepanjang kariernya di Sinarmas, Gandi menjadi saksi pertumbuhan perusahaan yang sempat ambrol dihantam utang pada masa krisis 1998. Dia juga menjadi saksi Sinarmas saat ini sampai memiliki lebih dari 400.000 karyawan. Setelah hampir 30 tahun berkarya, pada Juni lalu Presiden Joko Widodo mengusulkan Gandi sebagai calon tunggal Duta Besar Indonesia non karier untuk Republik Korea yang berkedudukan di Seoul, Korea Selatan. Pencalonan tersebut tertuang dalam Surat Presiden RI bernomor R-25/Pres/06/2021.

Setelah lolos tes uji kelayakan, hari ini bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Sinarmas ke-83, Gandi mengundurkan diri untuk mengemban tugas yang baru mewakili Indonesia di Negeri Ginseng.

Gandi memang tak secara langsung berkongsi dengan Gibran dan Kaesang. Gandi menempatkan putranya, Anthony Pradiptya, 34 tahun untuk masuk sebagai pemegang saham di holding usaha kuliner Gibran dan Kaesang. Sejumlah bisnis kuliner yang dijalankan oleh Gibran dan Kaesang. Dikenal sebagai GK Hebat, perusahaan induk berkantor di Generali Tower, kawasan bisnis Gran Rubina, Jakarta Selatan, ini membawahi Sang Pisang, Yang Ayam, Ternakopi, Siap Mas, Let’s Toast, dan Enigma Camp, serta menjalin kemitraan bisnis dengan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah.

GK Hebat berdiri pada akhir 2019 dari kongsi tiga perusahaan, masing-masing PT Siap Selalu Mas milik Gibran dan Kaesang; PT Wadah Masa Depan yang terafiliasi dengan keluarga Gandi Sulistiyanto. Di PT Wadah Masa Depan, Anthony Pradiptya menjabat direktur utama, sementara Gibran sebagai komisaris utama dan Kaesang sebagai direktur. Ada juga Wesley Harjono (39), menantu Sulistiyanto, sebagai komisaris.

Pada pertengahan Februari 2016, Presiden Jokowi berkunjung ke kantor Plug and Play, perusahaan akselerator startup yang berpusat di Silicon Valley, California, Amerika Serikat. Dalam kunjungan itu, Presiden Jokowi meminta Plug and Play mengembangkan startup dan investasi di Indonesia, sejalan ambisi pemerintahannya berekspansi ke sektor e-commerce.

Sembilan bulan kemudian, atau 15 November 2016, CEO Plug and Play Saeed Amidi menemui Presiden Jokowi di Istana Negara. Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu, Rudiantara, berkata Presiden Jokowi meminta agar saat investasi di Indonesia, Plug and Play membuat perusahaan patungan di Indonesia.

“Jadi ada venture capital di luar negeri, nanti uangnya yang masuk.” Itu sudah dilakukan dua hari sebelumnya: Plug and Play bermitra dengan Gan Kapital untuk menunaikan harapan Jokowi. Maka, saat Saeed Amidi bertemu dengan Presiden Jokowi untuk merealisasikan janji membangun 50 perusahaan rintisan tiap tahun di Indonesia, ia ditemani Direktur Utama Plug and Play Indonesia Wesley Harjono, CEO Gan Kapital Anthony Pradiptya, dan Direktur Utama Grup Sinarmas Gandi Sulistiyanto.

  1. Theodore Permadi Rachmat

Forbes mencatat total kekayaan pria yang akrab disapa Teddy saat ini mencapai US$2,9 miliar. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp14.416 per dolar AS, total kekayaan itu mencapai Rp41,807 triliun. Konglomerat kelahiran Majalengka, 15 Desember 1943, ini awalnya berprofesi sebagai sales. Teddy berkuliah di Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung. Setelah lulus, ia bekerja di PT. Astra milik pamannya, William Soeryadjaya.

Meski bekerja di perusahaan milik keluarga, Teddy tidak semata-mata langsung duduk di jabatan yang tinggi. Ia memulai karir di PT Astra sebagai seorang sales alat-alat berat. Seiring berjalannya waktu, kinerja Teddy dinilai memuaskan.

Hal itu kemudian membuatnya dipercaya untuk memegang United Tractors bersama rekannya Benny Subianto pada tahun 1975. United Tractors sendiri adalah anak perusahaan PT Astra.

Pria yang memiliki nama Oei Giok Eng ini selanjutnya dipromosikan sebagai Presiden Direktur PT Astra Internasional pada tahun 1984.

Peningkatan karir Teddy ini ternyata membawa peningkatan kinerja perusahaan. Perusahaan ini mampu menambah anak perusahaannya menjadi 235 perusahaan pada tahun 1989. Selain menjadi Presiden Direktur di tahun 1984 dan tahun 2002, Teddy juga dipercaya sebagai komisaris di PT Astra pada tahun 1998 hingga 2002 lalu menjadi presiden komisaris pada tahun 2005.

Meski moncer, perjalanan Teddy bukan tanpa batu sandungan. Ia juga pernah ‘terantuk batu’ saat berkarir di Astra.

Teddy mengaku pernah dipecat perusahaan sebanyak dua kali walaupun tanpa menjelaskan alasannya. Sukses di Astra tak membuat Teddy lekas berpuas diri. Pada 1998 atau sesudah 30 tahun berbakti di Astra, ia memutuskan untuk banting setir mendirikan perusahaan sendiri bernama Triputra Group.

Krisis ekonomi yang waktu itu membuat beberapa pebisnis kalang kabut, justru berhasil dimanfaatkannya dengan baik.

Saat itu, ia memutuskan untuk membesarkan Adira Finance, perusahaan yang dirintis ayahnya, Rafael Adi Rachmat pada 1990-an dan memasukkan modal ke Adaro. Usaha itu membuahkan hasil gemilang.

Adira berhasil tumbuh besar. Pada 2014, keuntungan Adira sudah mencapai triliunan. Adira kemudian dijual ke Danamon supaya dapat untung. Keuntungan sama juga diraup dari penanaman modal di Adaro.Hasil dari keuntungan di Adaro itulah yang kemudian ia kembangkan untuk membangun Triputra Group.

Perusahaan memiliki beberapa anak usaha yang bergerak di berbagai sektor, seperti agribisnis, karet olahan, batu bara, perdagangan, manufaktur, pertanian, dealer motor dan logistik. Perusahaan yang didirikan Teddy tersebut cukup gemilang. Pada 2011 atau tiga tahun setelah pendiriannya, omzet Triputra telah melesat sampai dengan Rp40 triliun.

Bagaimana kaitan Teddy dengan Gibran dan Kaesang? Teddy masuk ke holding bisnis Gibran dan Kaesang lewat PT Gema Wahana Jaya. Perusahaan milik Teddy itu termasuk kongsi dagang pada GK Hebat, holding usaha kuliner anak Presiden Jokowi. Teddy Rachmat memiliki saham senilai Rp9.009.600 melalui PT Gema Wahana Jaya di GK Hebat.

Ia pemilik saham mayoritas senilai Rp14,4 miliar di PT Gema Wahana Jaya, dan putra sulungnya, Christian Ariano Rachmat, pemilik saham senilai Rp1 juta. Putra keduanya, Arif Patrick Rachmat, menjabat komisaris di perusahaan tersebut.

  1. Alpha JWC

Alpha JWC adalah perusahaan ventura yang mengucurkan pendanaan pada bisnis yang dianggap prospektif. Berdiri baru pada 2015, JWC diambil dari tiga nama pendirinya: Jefrey Joe, Will Ongkowidjaja, dan Chandra Tjan.

Baru-baru ini, bisnis kuliner Gibran Rakabuming bernama Mangkok Ku menerima suntikan dana tahap awal (seed funding) sebesar 2 juta dolar AS atau setara Rp28,3 miliar dari salah satu firma modal ventura bernama Alpha JWC Ventures. Gibran berkata dana segar ini, di antara hal lain, akan dipakai untuk membuka gerai-gerai baru.

Dari langkah bisnis ini, Alpha JWC berhak atas sebagian saham perusahaan. Mangkok Ku adalah restoran rice bowl di bawah bendera PT Pemuda Cari Cuan, dengan Gibran dan Kaesang sebagai komisaris.

Alpha JWC Ventures juga menginjeksi 5 juta dolar AS (setara Rp70,5 miliar) kepada bisnis Gibran bernama Goola pada 2019. Pada bisnis gerai minuman tradisional ini, Gibran bekerja sama dengan Kevin Susanto, mantan penyanyi rohani cilik, masing-masing menyetorkan saham senilai Rp200 juta dan Rp300 juta di bawah bendera PT Kuliner Global Sejati.

Di perusahaan ini juga ada pengusaha muda solo bernama Arif Setyo Budi (saham senilai Rp200 juta); dan Benz Budiman (saham senilai Rp300 juta), CEO startup advertising tech bernama Pomona.

Siapakah pemilik Alpha JWC? Publik Indonesia belum familiar dengan ketiga pendiri ventura ini. Bloomberg menyebut Jefrey Joe sebagai lulusan dari tiga kampus top dunia: University of California, Monash University dan London Bussines School.

Selain itu ada Will Ongkowidjaja, yang merupakan keluarga Konglomerat Ongkowidjaja. Will menyabet master dari Harvard University, dan menjadi kolumnis tetap Forbes. Sedangkan Chandra Tjan adalah anak muda lulusan The University of Sydney dalam bidang finance, economics dan manajemen. management.

Sekarang tengah menjalani Owner-President Management (OPM) Program di Harvard Business School, program tiga tahun khusus untuk pemilik bisnis. Bloomberg menaksir total kekayaan Alpha JWC mencapai 433 juta dolar.

(Bersambung ke bagian empat)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button