Market

Dari Kentang, Agus Cetak 100 Petani Milenial

Kamis, 10 Nov 2022 – 12:04 WIB

Agus Wibowo

Makna pahlawan sangat identik dengan tokoh yang menonjol karena keberanian dan perjuangannya. Namun saat ini makna pahlawan tidak hanya berkaitan dengan perjuangan untuk merebut kemerdekaan, tetapi bagi orang-orang memiliki pengaruh dan membawa dampak bagi orang lain, masyarakat atau lingkungannya.

Dalam era globalisasi dan digitalisasi saat ini banyak muncul orang-orang yang bergelar “pahlawan” dalam bidangnya masing-masing khususnya yang terkait dengan perkembangan digital. Sebut saja nama yang sudah populer seperti Nadiem Makarim yang banyak pihak sebut sebagai ‘pahlawan’.

Sebab dengan terobosannya yang meluncurkan aplikasi ojek online (Gojek) sangat berdampak besar bagi masyarakat. Bahkan efeknya sangat terasa dalam sektor perekonomian karena bisa menggerakkan bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Namun ada juga sosok pahlawan yang belum banyak publik ketahui namun punya dampak yang sama seperti Nadiem. Salah satunya adalah sosok milenial asal Desa Kragon, Sumberrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Agus Widodo yang punya dampak besar bagi sektor pertanian.

Agus memang tidak sepopuler seperti Nadiem Makarim (Gojek), William Tanuwijaya (Tokopedia) dan nama-nama besar lainnya yang sukses dalam terobosan teknologi. Namun perjuangan Agus di bidang pertanian bisa terbilang cukup sukses.

Pemuda lulusan sarjana Agro Teknologi Universitas Sebelas Maret (UNS) ini sukses menjadi petani kentang dengan mengembangkan teknik pertanian. Bahkan hasil produksi kentang Agus berkualitas tinggi.

Agus mengaku mulai menekuni pertanian kentang pada 2016. Dia memadukan teknik pertanian konvensional dan teknologi pertanian yang ada saat ini. “Saya melihat potensi dari petanian sangat bagus, jika tidak ada yang kelola, maka tidak akan pernah maju,” katanya seperti mengutip dari Panen News.

Kentang Tanaman Kurang Diminati Petani

Ketertarikannya pada kentang ini juga tidak datang begitu saja. Sebab saat membuat skripsi di UNS dia mengkaji dan meneliti beberapa penyakit yang ada pada tanaman kentang. Selain itu kentang bagi Agus merupakan tanaman yang istimewa dan tidak sembarang petani bisa mengembangkannya.

“Saya memilih menanam kentang karena eksklusif. Selain itu, harganya pun lumayan stabil karena yang tidak banyak petani yang memproduksi,” katanya.

Bagi kebanyakan petani, kentang hanya menjadi tanaman sela di lahan pertanian mereka. Sebab lahan utamanya pasti akan diisi oleh tanaman lain seperti cabai, kubis maupun tomat.

Selain itu para petani tak fokus menanam kentang karena takut lahan mereka rusak. Sebab kentang sendiri diketahui memiliki pengaruh yang besar bagi tanah jika ditanam terus menerus.

“Saya tidak merekomendasikan pada petani untuk menanam kentang secara terus menerus dalam satu lahan. Karena secara produktivitas akan menurun, secara aspek lingkungannya juga nanti akan merusak unsur hara tanah. Tanaman kentang juga membutuhkan jenis bahan kimia yang tidak sedikit, jadi kalau kentang terus yang ditanam, lama kelamaan tanahnya bisa rusak,” jelas Agus.

Namun berkat teknik penanaman yang dia lakukan ini, kini Agus berhasil membudidayakan kentang di lahan seluar 4 hektare miliki. Dia juga memiliki lahan pertanian gabungan seluas 30 hektare dengan para petani mitra lainnya.

Di lahan itu Agus juga mempekerjakan 10 pekerja tetap, dan 20-30 petani yang membantu secara musiman. Beberapa varietas kentang yang dia tanam di lahan tersebut di antaranya granola, atlantis, vega, maupun kentang hitam.

Untuk masa panen tanaman kentang membutuhkan waktu sekitar 90-100 hari. Dalam sekali panen produksi kentang per satu hektare miliknya bisa mencapai sekitar 25 ton. Untuk modalnya sendiri, dalam satu hektare, Agus bisa mengeluarkan sekitar Rp100 juta.

Meski modal yang dikeluarkan terbilang lumayan, namun hasil yang Agus peroleh cukup menggiurkan. Sebab dia bisa meraup omzet sekitar Rp200 juta per satu hektarenya. Hasil omzet itu Agus putar untuk mengembakan bibit kentang yang akan dijual kembali. Bibit kentang yang Agus budidayakan juga sudah tersertivikasi dari Kementerian Pertanian (Kementan).

Bina Anak Muda untuk Jadi Petani Milenial

Selain bertani, Agus juga aktif dalam membina beberapa anak muda di wilayahnya yang tergabung dalam komunitas P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya). Komunitas ini merupakan salah satu program dari Kementerian Pertanian untuk melakukan pelatihan non formal.

“Di kecamatan saya ada sekitar 100 anak-anak muda, mereka adalah pemilik lahan pertanian. Kita mengumpulkan anak-anak milenial yang terjun di dunia pertanian dan di sini merupakan sebuah wadah komunikasi untuk bertukar pikiran khususnya di kentang, mulai dari pembibitan sampai dengan pemasarannya,” papar Agus.

Agus juga pernah menang dalam sebuah ajang kompetisi kewirausahaan yang diselenggarakan oleh salah satu bank nasional. Dari ajang tersebut Agus menjadi perwakilan Indonesia di ajang Forum Global Student Entrepremeur untuk wilayah Asia Pasifik di Singapura dan perwakilan untuk tingkat dunia di Tingkok.

Menurut Agus bisnis pertanian memiliki prospek yang cemerlang dan keuntungan yang menjanjikan. Sehingga dia mengajak anak-anak muda untuk berani dan tidak malu terjun di dunia pertanian.

“Saya bangga dan tidak malu dengan identitas saya sebagai petani. Petani itu pahlawan pangan dan pekerjaan yang mulia,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button