Pengamat sekaligus Analis Komunikasi Politik dari Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio (Hensat) menanggapi gugatan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memunculkan opsi kotak kosong di surat suara Pilkada Serentak.
Menurutnya, tidak perlu adanya opsi kotak kosong di surat suara karena masyarakat cukup tidak datang untuk memilih jika memang tidak menemukan calon yang mereka inginkan.
“Sebenarnya, saya tidak setuju dalam arti hal-hal seperti itu tidak perlu difasilitasi lagi karena sudah cukup dengan cara golput,” kata Hensat dalam keterangannya, Jakarta, Sabu (14/9/2024).
Oleh karena itu, Hensat menyarankan agar syarat calon independen dipermudah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kotak kosong di pilkada mendatang. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan sistem demokrasi sesungguhnya.
“Kenapa? Karena esensi dari demokrasi itu kan memilih siapa, jadi kalau independen dipermudah, kita tak perlu kotak kosong karena masyarakat jadi banyak pilihan sehingga tak ada alasan untuk tidak memilih,” ujarnya.
Meski begitu, dia menyadari soal mempermudah syarat independen ini tidak akan diterima semua pihak, salah satunya adalah partai politik.
“Jika syarat mempermudah calon independen ini benar dikabulkan kemudian ada beberapa pileg dan pilkada dimenangkan oleh independen, pasti ke depannya masyarakat akan memilih calon independen dan itu tidak mengenakkan untuk parpol,” ucapnya.
Hensat menilai sebaiknya suatu pilkada diulang jika calon tunggal di daerah tersebut tidak mendapatkan cukup dukungan dari pemilih atau kalah dibandingkan kotak kosong.
Dia lantas mencontohkan di negara-negara eropa seperti Italia salah satunya juga sudah menerapkan pemilihan ulang jika calon tunggal tak mendapatkan suara mayoritas yang cukup.
“Di Italia, pada pemilihan lokal, jika hanya ada satu calon maka calon itu harus mendapatkan setidaknya suara sah 50 persen untuk dinyatakan menang, ini sejalan dengan mekanisme kotak kosong di Indonesia,” tuturnya.