NewsOtotekno

Data BI Diobral Massal, RUU Perlindungan Data Pribadi Kian Vital

Masih memasuki hitungan minggu di 2022, kebocoran data terus berulang, setelah data pelamar Pertamina bocor kini Bank Indonesia (BI) kembali diduga dieskploitasi peretas. Informasi ini tersiar melalui akun Twitter Dark Tracer, dan pelaku serangan ialah grup ransomware Conti, yang memang terkenal akan sepak terjangnya sebagai peretas kelas kakap di dunia.

Pada kasus BI, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah mengkonfirmasi kejadian tersebut, dan titik kebocoran berada di 16 komputer yang terpapar ransomaware.

Mungkin anda suka

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha menerangkan, kejadian serangan ransomware kepada lembaga pemerintah hari ini patut disayangkan.

Perkembangannya kini terkait serangan ransomware dan kebocoran data terkait Bank Indonesia kembali dibagikan hari ini Sabtu (22/1). Pada postingan terbaru di akun Twitter @darktracer_int, menyebutkan bahwa grup ransomware conti ternyata masih mengunggah data internal Bank Indonesia yang mereka curi. Data Bank Indonesia yang sebelumnya 487MB, namun saat ini sudah bertambah ukurannya yang mencapai 44GB.

Selanjutnya pria kelahiran Blora, Jawa Tengah ini menyoroti kasus Bank Indonesia, serangan ransomware ini dinilai sangat berbahaya karena menginfeksi file dan bisa menyebar ke semua server yang terhubung, jadi data lainnya bisa kena juga. Lembaga keuangan memang banyak menjadi target yang disasar saat ini. Tren serangan ransomware terus meningkat setiap tahunnya mengingat semua sektor terpaksa melakukan digitalisasi lebih cepat, terutama perbankan.

“Sehingga perbankan dan lembaga keuangan termasuk BI akan menjadi sasaran serangan siber yang cukup terbuka di tahun – tahun mendatang. Karena itu peningkatan keamanan siber harus dilakukan oleh negara maupun swasta.” terangnya kepada Inilah.com, Sabtu (20/1).

Ransomware ini berbahaya karena menginfeksi file dan bisa menyebar ke semua server yang terhubung, sehingga data lainnya tak dipungkiri bakal kena juga. Dan menurut Pratama yang juga mantan staf ahli di BSSN tersebut memang Lembaga keuangan banyak menjadi target yang disasar saat ini (2022).

“Tren serangan ransomware terus meningkat setiap tahunnya mengingat semua sektor terpaksa melakukan digitalisasi lebih cepat, terutama perbankan. Sehingga perbankan dan lembaga keuangan termasuk BI akan menjadi sasaran serangan siber yang cukup terbuka di tahun-tahun mendatang. Karena itu peningkatan keamanan siber harus dilakukan oleh negara maupun swasta,” tegasnya.

Dan hal tersebut menjadi penting, karena sebelumnya kejadian seperti ini terus berulang di tahun lalu, dan di 2022 jika melanjutkan tren buruk sebelumnya maka akan sangat beresiko.

“Mengingat pula Indonesia sudah masuk tahap Red Alert terhadap serangan siber. Jika dilihat negara lain yang terkena serangan peretasan rata-rata sekitar sekali dalam 1 catur wulan, maka di Indonesia dalam sebulan bisa berkali-kali kejadian,” tegasnya.

Dan pada akhirnya, Pratama menekankan kepada pemerintah agar UU Perlindungan data pribadi segera di sahkan, secepatnya.

“Tanpa UU PDP, maka kejadian peretasan seperti situs pemerintah akan berulang kembali,” pungkas Pratama.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button