Riza Annisa, Peneliti Ekonomi Makro dari Financial Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengakui lesunya daya beli masyarakat pada bulan Ramadhan. Masyarakat juga menahan konsumsinya karena persiapan menjelang hari raya.
“Pengeluaran pada Lebaran kemungkinan akan lebih besar dibanding hari-hari lain di bulan Ramadan. Daya ungkit dari berbagai stimulus menjelang Ramadan juga kemungkinan akan berdampak pada pekan terakhir Ramadan hingga hari raya. Tapi kemungkinan juga tidak begitu kuat daya ungkitnya terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan 1-2025,” kata Riza kepada inilah.com, Kamis (20/3/2025).
Di sisi lain, pengeluaran pemerintah juga terjadi efisiensi, terutama dari belanja modal yang merupakan sektor yang bisa memberikan dampak ganda terhadap penyerapan tenaga kerja seperti di bidang konstruksi. Hal ini membuat komponen pertumbuhan ekonomi dari aspek anggaran pemerintah menjadi negatif.
“Jadi, tumpuan pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi ada pada gelontoran stimulus yang diberikan pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi triwulan 1-2025 ini,” kata Riza.
Berdasarkan APBN KiTa Februari 2025, kondisi fiskal Indonesia pada Januari 2025 tidak menggembirakan. Pendapatan negara hanya Rp157,32 triliun atau 5,24 persen dari target, sedangkan belanja negara sudah mencapai Rp180,77 triliun atau 4,99 persen dari pagu. Dengan begitu, APBN sudah mengalami defisit Rp23,45 triliun hanya dalam satu bulan pertama tahun ini.
Pada 22 Januari 2025, pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Targetnya penghematan Rp306,69 triliun. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan kompleksitas yang bukan hanya menyangkut fiskal, tetapi juga berdampak pada ekonomi makro dan kesejahteraan masyarakat.