Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyebut program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong penghasilan buruh atau pekerja sebesar 3 persen, belum tepat dijalankan saat ini.
Selanjutnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu, menegaskan, program Tapera dijalankan di waktu yang tepat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), menegaskan pungutan Tapera dijalankan pada 2027.
Dikatakan Said, pemerintah belum ada menjelaskan tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah. Jangan sampai, program ini dipaksakan yang berakhir dengan kerugian bagi pekerja atau buruh.
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen, enggak cukup untuk beli rumah saat pekerja atau buruh pensiun atau ketika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Said, dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Selain itu, Said menyebut, beban pekerja dan buruh bakal semakin berat jika program Tapera dijalankan dalam waktu cepat. Dalam PP Tapera yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024 itu, mengatur iuran Tapera yang ditanggung pekerja atau buruh sebesar 2,5 persen dari penghasilan.
Sisanya yang 0,5 persen ditanggung perusahaan atau pemberi kerja. Sedangkan untuk pekerja mandiri atau freelancer dibebani 3 persen dari pendapatan.
“Ini jelas beban berat bagi pekerja dan buruh yang penghasilannya naik sangat kecil. Dalam lima tahun terakhir, daya beli mereka anjlok sampai 30 persen,” ungkapnya.
Akibat upah pekerja dan buruh tidak naik signifikan dalam 3 tahun terakhir, kata Said, jika harus dipotong untuk iuran Tapera, berdampak kepada naiknya kemiskinan ekstrem.
“Dalam UUD 1945 tanggungjawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyedikan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Bukan malah buruh disuruh bayar 2,5 persen dan pengusaha membayar 0,5 persen” jelas dia.
Said juga menegaskan, Program tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dari pekerja, buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.
“Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di Asabri dan Taspen. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera,” tutup Said.