Demo Tolak UU TNI di Surabaya Ricuh


Aksi mahasiswa yang menolak Undang-Undang (UU) TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur mulai ricuh antara pelaku unjuk rasa dengan aparat kepolisian, Senin (24/3/2025).

Massa melempari barisan polisi dengan bom molotov, petasan, serta batu yang ada di lokasi. Aksi kemarahan itu dibalas polisi dengan semprotan air dengan menggunakan watercannon untuk meredam kericuhan.

Tak sedikit dari mahasiswa yang terus melakukan perlawanan terhadap polisi yang menahan dengan tameng dan tongkat.

Sebelumnya, ratusan mahasiswa mengenakan baju hitam membawa sejumlah spanduk bertuliskan aspirasi yang disampaikan dalam aksi menolak UU TNI.

Setelah sampai tepat di depan Gedung Negara Grahadi, massa membentuk lingkaran dengan mobil komando di tengah yang membawa alat pengeras dan sejumlah ban bekas di atasnya.

Tepat pada pukul 13.35 WIB, akses Jalan Gubernur Suryo di depan Gedung Negara Grahadi, ditutup untuk pengendara umum.

“Satu komando, satu tujuan,” ucap salah seorang massa yang berada di atas mobil komando.

“Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan,” tambahnya.

Selain itu, tampak sejumlah aparat kepolisian berjajar untuk berjaga di balik pembatas di depan Gedung Negara Grahadi.

Aksi ini buntut dari Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (20/3), menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang.

Persetujuan RUU TNI itu disaksikan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, serta jajaran Kementerian Hukum dan Kementerian Keuangan.

Dalam RUU TNI itu ada empat poin perubahan, yang pertama adalah Pasal 3 mengenai kedudukan TNI yang tetap berada di bawah presiden soal pengerahan dan penggunaan kekuatan.

Kemudian, Pasal 7 mengenai operasi militer selain perang yang menambah cakupan tugas pokok TNI dari semula 14 tugas menjadi 16 tugas.

Selanjutnya perubahan yang ketiga, yakni pada Pasal 47 soal jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif.

Perubahan yang terakhir, yakni pada Pasal 53 soal perpanjangan usia pensiun bagi prajurit di seluruh tingkatan pangkat.