Denny JA Sentil Elite Tak Percayai Quick Count Unggulkan Prabowo-Gibran

Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Denny Januar Ali menyentil sejumlah elite atau kalangan terpelajar lantaran tak percaya dengan quick count atau hitung cepat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang menempatkan pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di posisi teratas.

“Banyak sekali kalangan terpelajar kita, akademisi kita, politisi kita, yang salah memahami, karena mereka mengira apa yang heboh di kota-kota besar, apa yang heboh di medsos (media sosial), mereka mengira itulah miniatur dari populasi Indonesia,” kata Denny di kantor LSI Denny JA, kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (19/2/2024).

Lebih lanjut, ia pun begitu menyayangkan adanya pihak menuding lembaga surveinya sengaja dibayar memanipulasi data pemilih untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

“Inilah data yang ada waktu kita publikasi ini, banyak sekali yang tak percaya, ini hasil manipulasi, adakadabra, mustahil terjadi,” kata Denny memaparkan.

Menurut dia, data dikumpulkan berdasarkan perilaku pemilih politik demokrasi di Indonesia. Terlebih, setiap orang memiliki hak suara yang sama.

“Suara satu orang profesor di universitas di Jakarta, sama nilainya dengan satu suara petani di ujung Papua sana,  di pegunungan di Aceh sana. Suara para aktivis, satu aktivis di medsos,  sama nilainya dengan suara satu buruh di ujung-ujung kota, di Papua, di Maluku, di Kalimantan, karena prinsipnya one man one vote. Karena itu dengarlah suara mereka, mereka yang menentukan kemenangan,” ujar dia memaparkan.

Berdasarkan data LSI Denny JA, latar belakang pemilih Tanah Air dari tingkat pendidikan rendah seperti, lulusan SD, SMP atau tidak lulus SMP mencapai 60 persen. Sedangkan, dari kalangan pendidikan tinggi, D3 sampai S3 hingga profesor hanya 10 persen.

“Nah ini hukum perilaku pemilih. Bahwa jumlah mereka wong cilik itu enam kali lebih banyak dari wong gede atau kaum terpelajar,” kata dia menegaskan.

Kemudian,  ia menjelaskan, kemenangan Prabowo-Gibran tak lepas dari tiga aktor utamanya yaitu individu masing-masing paslon serta “Jokowi Effect”. Tidak lupa, faktor dukungan Tim Kampanye Nasional (TKN) maupun relawan Prabowo-Gibran.

“Peran LSI ini biar ada di belakang saja,  lebih memberikan create, bagaimana seharusnya kampanye yang dikerjakan , Karena politik baru telah memberikan bukti kepada kita  kampanye yang berhasil, ada kampanye yang berbasis kepada riset, strategi politik yang kuat, strategi yang berbasiskan data,” ujar Denny.

Tidak hanya itu, menurut Denny, Gibran membawa kemenangan di tengah pertarungan kontestasi, karena bisa membawa tiga kantong suara pasar politik yang begitu besar.

Pertama, ujar dia, pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi yang mencapai 80 persen. “Juga ia bisa membawa kalangan muda milenial volumenya itu 50 persen dari kalangan pemilih, populasinya,” imbuh Denny.

Tak kalah penting, kata Denny, Gibran membawa suara  provinsi Jawa Tengah yang awalnya menjadi basis suara capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo.

“Ia juga bisa  membawa suara di Jawa Tengah.  Tapi itu suara yang bisa  membelah dukungan kepada Ganjar. Ganjar saat itu adalah  pesaing dari Prabowo,” kata Denny

Denny menambahkan, sebelum Gibran dikabarkan masuk ke dalam arena politik, elektoral Prabowo dan Ganjar saling berpacu dengan persentase 35 hingga 33 persen.

Akan tetapi, kubu Ganjar dinilai memilih strategi salah dengan menyerang kubu Prabowo-Gibran dan Jokowi dengan berbagai dugaan kecurangan pemilu yang berbuntut dari polemik dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, kubu Ganjar-Mahfud tidak mampu mempertahankan pendukungnya yang bermigrasi ke Prabowo-Gibran.

“Ketika datang Gibran,  Gibran disikat, Jokowi  disikat dan terjadi sebaliknya  Prabowo-Gibran naik tinggi sekali melampaui 40 persen  dan Ganjar turun melorot di bawah 20 persen,” ujar Denny menambahkan.
 

Sumber: Inilah.com