Kanal

Di Beranda Istana Alhambra (11 – Toledo Simbol Harmoni Umat Beragama)

Untuk pertama kalinya aku menikmati fasilitas Negara yang berada di KBRI. Mobil dan sopir, plus bensin, serta biaya parkirnya, semua disiapkan oleh Bu Nany atas perintah Duta Besar. Kota Toledo hanya sekitar tujuh puluh Kilometer dari Madrid yang bisa ditempuh sektar satu jam saja. Jalan bebas hambatan antara dua kota ini mulus dan gratis. Toleransi antar komunitas beragama di Toledo sering dijadikan percontohan kerukunan yang dibanggakan oleh Pemerintah Spanyol. Dengan populasi lebih dari 85.400 jiwa, UNESCO menetapkan Toledo sebagai salah satu Situs Warisan Dunia pada 1986.

Sejak abad ke-7, ketika Islam masih berkuasa, Toledo sudah menjadi pusat peradaban. Umat Islam mengembangkan filsafat yang dikenalkan oleh bangsa Yunani kuno sejak era Plato, Aristoteles dan Socrates, ilmu kedokteran, arsitektur bangunan, sastra dan musik. Bangasa Eropa yang ketika itu masih tertinggal, sehingga disebut dalam sejarah masih dalam Masa Kegelapan, mengirimkan putra-putranya untuk belajar ke Toledo dan sejumlah kota seperti Cordova, Sevilla, Granada, dan lain-lain, yang berada di wilayah Andalusia yang kini dikenal dengan Spanyol dan Portugal.

Whatsapp Image 2021 12 24 At 18.57.56 (1) - inilah.com

Setelah Umat Islam mengalami kekalahan akibat konflik internal yang tidak berkesudahan yang membuatnya lemah, umat Islam bersama kaum Yahudi terusir dari wilayah yang disebut dalam sejarah sebagai Reconquiesta atau Penaklukan Kembali. Setelah peristiwa ini, ibukota yang sebelumnya berada di Cordova dipindah ke Toledo. Tercatat Toledo menjadi ibukota mulai tahun 1519. Pada tahun 1561, ibukota dipindah lagi ke Madrid yang terus dipertahankan sampai sekarang.

Harmoni antara kelompok agama yang berbeda di kota Toledo sudah muncul sejak Islam masih berkuasa dan mampu dipertahankan sampai sekarang. Tentu saja situasi politik dan pertarungan memperebutkan kekuasaan antar kekuatan politik, termasuk yang menggunakan isu agama untuk mendapatkan dukungan instan, membuat kualitas toleransi ikut naik dan turun. Akhir-akhir ini semangat saling menghargai antara kelompok agama yang berbeda terus dipupuk. Paling tidak tiga komunitas agama: Katolik, Yahudi dan Islam, saat ini memegang peran penting.

Kini Toledo dikenal sebagai salah satu tujuan wisata, baik bagi turis dalam negeri maupun yang berasal dari berbagai negara. Penduduknya hidup dari industri pariwisata, karena itu seluruh warganya berkepentingan menjaga harmoni diantara kelompok penganut agama yang berbeda, sebagai bagian dari daya tarik bagi pengunjungnya. Sampai-sampai secara simbolik keharmonisan yang dimilikinya, mereka demonstrasikan dalam Parade yang dikenal dengan Corpus Christi yang secara regular diselenggarakan setiap tahun. Banyak turis yang datang khusus untuk menyaksikan parade ini.

Suasana kota tua menjadi daya tarik utama Toledo, karena itu bangunan-bangunan lama dengan Lorong-lorong sempitnya tetap dipertahankan. Jalan-jalan baru yang dibangun di kaki bukit terjal di sisi sungai Maumee yang mengelilinginya, menjadi daya tarik tersendiri yang mungkin tidak ada di kota lain. Jalan setapak yang banyak digunakan oleh penggemar olahraga lari atau jalan cepat menjadi daya tarik tambahan.

Whatsapp Image 2021 12 24 At 18.57.55 - inilah.com

Selain aspek budaya dan bangunan-bangunan tua bersejarah, daya Tarik lainnya berupa dua pusat ibadah yang banyak dikunjungi oleh wisatawan, pertama: Santa Iglesia Catedral Primada yang merupakan gereja termegah dan terindah di kota ini, serta memiliki nilai sejarah tak ternilai. Pengunjung rela antre berjam-jam hanya untuk melihat dalamnya, meskipun udara dingin cukup menyiksa.

 - inilah.com

Kedua, Sinagoga de Transito dan Museo Sefardí yang berada di sebelahnya. Keduanya cukup megah dan banyak pengunjungnya.

Dengan penasaran aku bertanya kepada Iqbal:”Kalau Umat Nasrani dan Yahudi punya rumah ibadahnya di sini, lalu dimana pusat kegiatan Umat Islam?”.

“Belum ada”, jawabnya singkat.
“Mengapa?”, aku mengejar dengan nada tinggi sedikit emosi.
Iqbal terdiam, sepertinya berfikir serius untuk menyusun jawaban yang bisa aku terima.
Dengan tidak sabar aku bertanya:”Apakah dipersulit?”.

Q: “Tidak”, jawabnya.
A: “Lalu?”.

Q: “Ada banyak faktor, diantaranya populasi penduduknya, Umat Islam di sini sangat kecil dibanding penganut Katolik dan Yahudi. Disamping itu, dukungan Umat Islam dari negara-negara kaya berpenduduk Muslim kecil sekali”, katanya dengan sangat hati-hati.
A: “Bagaimana dengan dukungan Umat Islam Indonesia?”.

Q: ”Ada tetapi tidak sebesar dukungan yang diberikan untuk Palestina”.

A: “Kalau begitu dimana Umat Islam yang berada di kota ini beribadah ?”.

Q: “Ada tapi di luar Kota Tua, meskipun masih termasuk wilayah Toledo, karena wilayah kota diperluas terus-menerus”.

A: “Aku ingin mengunjunginya”, kataku.

Q: “Jangan khawatir!”, tegas Iqbal.

Iqbal kemudian mengeluarkan HPnya, lalu menekan GoogleMaps untuk menemukan lokasi masjid. Ia lalu memandu Rizki yang ditugasi KBRI sebagai sopir, untuk meninggalkan kota tua Toledo. Hanya memerlukan sekitar dua puluh menit menuju lokasi masjid. Mobil berhenti di sebuah bangunan tinggi menyerupai apartemen. Iqbal keluar mobil lebih dahulu untuk memastikan bahwa kami sudah berada di lokasi yang benar.

Q: “Kok tidak ada tanda-tanda¨, katanya.

A: “Kau belum pernah ke sini?”, kataku dengan nada bertanya.

Q: “Belum”.

Iqbal kemudian berjalan kearah belakang apartemen tersebut, dan tidak lama kemudian kembali dengan wajah cerah:”Sudah ketemu, ternyata adanya di belakang”.

Kami bertiga kemudian menuju Masjid At Taubah yang berada di lantai dasar apartemen tersebut. Kami lalu shalat berjamaah dengan cara jamak dan khasar. Dua orang lelaki berwajah Arab berdiri menanti kami sampai selesai menunaikan shalat.

Aku perhatikan tangannya memegang kunci, tampaknya akan menutup masjid setelah kami pergi.

Aku lalu menyapanya dengan salam: Assalamualaikum”.

Mereka menjawab:”Waalaikum Salam”.

Dari dialog singkat dengan menggunakan Bahasa Arab, kami mengetahui bahwa keduanya adalah Takmir Masjid yang dimiliki oleh komunitas Muslim imigran yang kebanyakan berasal dari Afrika Utara, terutama dari Maroko.

Dalam perjalanan pulang aku menyampaikan perasaan sedihku kepada Iqbal atas belum adanya masjid di dalam kota tua Toledo. Iqbal diam saja mendengar aku curhat. Setelah aku puas dan berhenti, ia lalu berkomentar:

“Kita bisa apa?”.

Kini aku yang balik diam tidak tahu harus berkomentar apa. Tiba-tiba pikiranku terbang ke sejumlah negara Arab Teluk yang kaya raya. Mengapa mereka tidak peduli? Rupanya Iqbal memperhatikan pandanganku yang hampa dan melayang, lalu bertanya:

“Apa yang kau lamunkan?”.

“Negara-negara Arab itu, dan para pangeran yang menghambur-hamburkan uang. Mereka masih belum bisa memisahkan mana uang negara dan mana uang pribadi”, jawabku sekenanya.
Q: “Lalu apa hubungannya dengan kita, sudahlah jangan banyak melalmu!”, suaranya bernada menasehatiku.

A: “Aku membayangkan bila uang yang mereka gunakan untuk membeli lukisan yang belum tentu bisa mereka nikmati atau istana mewah di Eropa yang belum tentu mereka tempati, digunakan untuk membangun masjid atau Islamic Center di kota ini, maka bukan saja memberikan manfaat dan kebanggaan bagi Ummat Islam yang dating ke sini, juga memberi pahala yang sangat besar bagi mereka yang berinfaq sebagai bagian dari Amal Jariah.”

Q: “Programmu Interfaith Dialogue dapat digunakan sebagai sarana untuk menyuarakan keprihatinanmu”, komentarnya memberikan saran.
A: “Kejauhan! Bagaimana para pangeran itu bisa mendengarnya”, fikirku.

A: “Menurutku lebih baik dimulai dari membentuk DMI”, komentarku balik.
Kini Iqbal yang bengong, lalu berkata:”Bagaimana hubungannya?”.

A: “Kita mulai dari Mushala As Salam di KBRI. Para khatib yang akan tampil setiap Jum’at kita titipi agar diarahkan untuk mengangkat tema-tema yang relevan dengan tujuan kita. Dengan disiarkan live, siapa tahu bisa nyasar mereka. Ini yang tidak langsung, sedangkan yang langsung nanti kita minta tolong pak Dubes untuk nyenggol dubes-dubes negara-negara kaya tersebut”, kataku optimis.
Q: “Kita coba, toh tidak ada resiko dan kita tidak rugi apa-apa”, saran Iqbal tanda setuju.

Aku kemudian menghubungi Anto staff lokal KBRI yang paling senior dan paling rajin mengurusi Mushala. Aku mendorongnya untuk mengubah Takmir yang ada agar menjadi organisasi yang memiliki struktur, personalia, dan program yang jelas.

Begitu juga fungsi Mushala yang semula hanya untuk shalat lima waktu, ditingkatkan agar juga dapat digunakan sebagai pusat pelatihan. Berbagai perlengkapan yang diperlukan supaya ditulis, nanti biar aku yang menyampaikannya ke Pak Dubes.

(Bersambung)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Dr. Muhammad Najib

Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO. Penulis Buku "Mengapa Umat Islam Tertinggal?" info pemesanan buku
Back to top button