Kanal

Di Beranda Istana Alhambra (36 – Pulang)

Dua tahun sudah Aku dan Ipah serta Amir tinggal di Spanyol,  perasaan rindu pulang kampung mulai muncul, pada saat bersamaan rasa kangen makanan-makanan khas Indonesia juga selalu terbayang.

Di Madrid memang ada restoran Indonesia bernama Sabor Nusantara atau di Barcelona ada restoran Betawi, tetapi harganya sangat mahal untuk ukuran saku mahasiswa. Karena itu, para mahasiswa baru bisa menikmati makanan Indonesia bila ada pejabat yang datang, itupun kalau diundang. Karena itu, menjadi tokoh mahasiswa atau menjadi tokoh masyarakat menjadi penting, karena mendapatkan prioritas untuk mendapatkan undangan.

Mungkin anda suka

Kesempatan lain adalah pada saat 17 Agustus, yang biasanya KBRI menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI. Pada kesempatan ini Kita bisa menikmati berbagai masakan Indonesia, termasuk aneka macam jajanan pasar. Pada acara ini teman-teman yang bekerja atau kuliah di kota lain juga menyempatkan diri untuk hadir.

Yang paling seru tentu berbagi pengalaman sambil bisa bersendagurau dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Walaupun kiini ada internet dan kita bisa menggunakan media sosial seperti Zoom atau WA Call yang paling sering digunakan, akan tetapi kopi darat atau bertemu langsung rasanya tidak tergantikan.

Kesempatan lainnya berupa open house yang diadakan oleh Duta Besar di Wisma Duta pada Hari Raya Idul Fitri. Lontong Sayur dan Nasi Goreng biasanya menjadi menu tetap. Akan tetapi selama Pandemi, acara-acara yang melibatkan orang banyak ditiadakan, menyebabkan selama dua tahun terakhir KBRI maupun Wisma Duta tidak mengadakan acara-acara yang sangat dinantikan masyarakat.

Aku tidak tahu, apakah semua ini menambah kerinduanku untuk pulang ? Yang pasti, Aku memiliki perjanjian dengan Dekan bahawa selesai kuliah Aku harus Kembali ke Kampus. Apalagi Dekan mengharapkan Aku untuk mengisi posisi Ketua Jurusan Ilmu Politik yang akan segera kosong, karena pejabat sebelumnya akan mengambil program doktor. Posisi lain yang juga segera kosong adalah kepala perpustakaan. Pengalamanku di luar negri untuk membenahi perpustakaan sangat diharapkan, apalagi gagasanku terkait Elibrrary yang sering Aku diskusikan lewat WA tampaknya disambut antusias.

Setelah semua persiapan matang, Aku minta waktu untuk pamitan ke Pak Dubes. Saat Aku memasuki ruangannya, langsung disambut dengan pertanyaan:

D: “Saya dengar mau pulang ?”, tanya Pak Dubes langsung tanpa basa-basi.

A: “Betul Pak”, jawabku.

D: “Sudah difikirkan matang ?”

A: Aku hanya diam, dan tidak menjawabnya. Aku merasa kesulitan berargumen, karena sudah dengar dari sejumlah teman kalau Pak Dubes tidak ingin Aku pulang, dan tetap di Madrid untuk  melanjutkan studi S3, sementara Aku dan Ipah sudah bersepakat bulat.

D: “Kenapa tidak dituntaskan sampai S3 ?”, kata Pak Dubes melanjutkan.

A: “Saya sudah menandatangani perjanjian dengan Dekan, dan saya ingin mentaatinya”, jawabku menggunakan alasan normatif.

D: “Kalau perlu Saya bisa bantu menelpon Rektor”.

A: “Tidak perlu Pak, nanti Dekan saya bisa salah faham”, responku untuk mencegahnya.

D: “Maksudnya”.

A: “Nanti bisa dikira saya yang minta Bapak menelpon atasannya”.

D: “Apakah ada kesulitan untuk mendapatkan beasiswa untuk ambil S3 ?”, kata Dubes dengan wajah curiga.

A: “Saya lulus dengan Cumloude karena itu saya sudah ditawari, bahkan beberapa dosen siap merekomendasikan untuk mendapatkan beasiswa dari kampus lain yang mungkin lebih cocok dari Prposal S3 jika Aku tertarik”.

D: “Bagaimana dengan agendamu, rasanya baru setengah jalan”.

A: “Program Interfaith Dialogue tampaknya perlu dorongan dari tanah air, baik dari Muhammadiyah, NU, maupun Pemerintah atau Parlemen. Kepulangan ini saya akan gunakan untuk meyakinkan dua ormas Islam tersebut untuk mendapatkan dukungan. Sedangkan Diaspora Muslim Indonesia, menurut Cak Nur bahwa gagasan yang baik itu seperti memiliki kakinya sendiri, walaupun baru sebagian WNI di Kawasan Eropa yang sudah bergabung, akan tetapi bentuknya sudah nampak. Ia akan menjadi gerakkan Ilmu dan Gerakkan Ekonomi. Saya yakin ia akan berkembang, meski perlu waktu”.

D: “Kalau keputusanmu sudah bulat tentu saya tidak ingin menghalanginya, akan tetapi jika Kau ingin kembali kapan saja, pintu KBRI terbuka lebar”, kata Dubes sembari berdiri mengulurkan tangannya dengan berat untuk menyalamiku seakan mengucapkan selamat jalan.

Aku menerima uluran tangannya, kemudian menciumnya tanpa kata-kata, sembari membalikkan badan, sebagai cara agar tidak nampak cengeng. Tidak banyak orang yang Aku cium tangannya, diantara mereka adalah Ayah, Ibu, dan guru-guruku.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Dr. Muhammad Najib

Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO. Penulis Buku "Mengapa Umat Islam Tertinggal?" info pemesanan buku
Back to top button