Diadukan ke KPK soal Dugaan Korupsi Impor Beras, Mulut Bos Bapanas Masih Tertutup Rapat


Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi tak kunjung bersuara usai dirinya diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan mark up impor beras dan adanya dugaan kerugian negara akibat demurrage impor beras, belum ada petinggi lembaga ini yang mau buka suara.

Ketika dikonfirmasi, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan I Gusti Ketut Astawa, menyatakan tak berani menanggapi laporan tersebut. Sedangkan, Arief masih memilih bungkam.

Ketut menyebut saat ini masih menunggu pernyataan resmi dari Arief. “Saya belum berani (mengeluarkan pendapat), karena kan itu (mengenai pimpinan),” ucap Astawa kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Kamis (4/7/2024).

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi diadukan ke KPK terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun. Keduanya juga dilaporkan dalam dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.

Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto yang melaporkan kasus ini menemukan indikasi praktik tak sehat di tubuh Bapanas dan Bulog. Hari menilai, dua lembaga yang bertanggung jawab atas impor beras ini tidak proper dalam menentukan harga, sehingga terdapat selisih harga beras impor yang sangat signifikan.

“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up. KPK harus bergerak dan memeriksa Kepala Bapanas dan Kepala Bulog, ” ujar Hari Purwanto di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Dia mengungkapkan data yang menunjukkan bagaimana praktik dugaan mark up ini terjadi.

“Ada perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF,” tuturnya.

Namun sejumlah data yang dikumpulkan menyebut, harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS.

Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau dugaan mark up senilai 82 dolar AS per ton.  

“Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar 180,4 juta dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun,” terang Hari.