Dibebani Tugas Negara, Saham-saham Bank Pelat Merah Berguguran


Sejumlah program Presiden Prabowo yang tujuannya baik, misalnya, program pembangunan 3 juta rumah dan koperasi desa merah putih, tapi tidak memberikan kebaikan kepada BUMN perbankan. Lho kok bisa?

Pasalnya, sejumlah bank pelat merah yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) ‘dipaksa” untuk membiayai program-program tersebut. Dampaknya, pasar ramai-ramai Tarik duitnya di bank Himbara. Selain itu, harga saham bank BUMN turun terus.

Misalnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menjadi bank pelat merah yang paling tertekan sejak awal 2025. Harga saham BBTN turun 28,15 persen menjadi Rp855 per saham.

Selanjutnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang turun paling dalam sekitar 17,26 persen dalam tahun berjalan (year to date), menjadi Rp4.840 per saham. Dikintili PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang turun 9,5 persen menjadi Rp 3.810 per saham.

Sedangkan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga masuk tren ini. Harga saham bank syariah terbesar di tanah air itu, longsor 7,19 persen sejak awal tahun, menjadi Rp2.580 per saham.

Terakhir, ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang koreksinya paling sedikit di antara bank BUMN lainnya.  Di mana, penurunannya hanya 1,09 persen menjadi Rp4.540 per saham.

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila mengatakan, beban berat yang dilimpahkan ke bank BUMN akan menjadi sentimen negatif. Dia menilai itu bisa mempengaruhi kinerja keuangan perbankan. Misalnya, muncul kekhawatiran soal likuiditas yang saat ini belum teratasi. Mengingat, sekarang pertumbuhan DPK perbankan masih melambat.

“Sentimen ini menjadi salah satu sentimen yang dapat membuat saham-saham bank turun,” ujar Indy.

Namun, ia melihat program-program seperti ini bersifat akan jangka pendek mempengaruhi laporan keuangannya. Hanya saja, hal tersebut memang harus terus dipantau implementasinya.

Indy pun bilang kalau memang investor ingin masuk ke saham bank-bank BUMN, ia merekomendasikan BMRI, BBNI, dan BBRI. Menurutnya, itu karena menjelang pembagian dividen dari emiten bank-bank tersebut. “Karena PER juga masih kecil dan potensi dividen yield besar,” ujarnya.