Dikepung 1.200 Ton Sampah per Hari, Pemkot Semarang Olah Jadi Listrik 18 Mega Watt

Kamis, 7 November 2024 – 22:55 WIB

Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang mengangkut sampah yang dibuang sembarangan. (Foto: ANTARA/HO-Pemkot Semarang).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Saat ini, Kota Semarang benar-benar dikepung timbunan sampah. Volumenya mencapai 1.200 ton per hari. Bagaimana mengatasinya?

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang Arwita Mawarti, mengatakan, Pemkot Semarang akan mengolah sampah itu, menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.

Arwita menyampaikan, proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) atau yang disebut dengan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Jatibarang Semarang itu, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 tahun 2018. Yakni, Perpres tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. 

Menurut dia, Semarang adalah satu di antara 12 kota yang ada di dalam Perpres. Adapun 12 kota tersebut, yakni DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado.  

“Pemerintah Kota Semarang mendapatkan amanah untuk proyek strategis nasional, pengelolaan sampah sesuai dengan Perpres 35 tahun 2018. Kita salah satu dari 12 kota yang ada di dalam Perpres tersebut,” kata Arwita, dikutip dari Inilahjateng.com.

Advertisement

Ia menyampaikan, timbunan sampah di Kota Semarang sekarang sudah mencapai 1.200 ton perhari. Padahal, menurutnya, kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, sekarang sudah hampir overload. Karena, dari 1.200 ton timbunan sampah tersebut, masuk ke TPA kurang lebih 900 ton per hari.

“Nah, untuk itu upaya-upaya percepatan harus segera dilakukan untuk mengolah sampah. Maka dengan Perpres 35/2018 itu kita akan mengolah sampah menjadi energi listrik atau weste to energy,” terangnya.

Arwita menjelaskan, dari 1.000 ton sampai 1.200 ton sampah itu, akan diolah menggunakan teknologi proven atau visible yang mampu dengan cepat memakan sampah. “Kita belum tentukan teknologinya ya. Apakah itu insinerator ataukah gasifikasi atau pirolisis maupun refuse derived fuel atau RDF, kita belum tentukan itu. Tapi dari beberapa teknologi yang ada, akan dipilih teknologi yang paling proven dan paling cepat memusnahkan sampah,” tuturnya.

Untuk listrik yang dihasilkan, lanjut dia adalah manfaat tambahan dari pengolahan sampah tersebut. Meski demikian, menurutnya, dari usaha itu, kapasitas listrik yang dihasilkan sebesar 15 hingga 18 megawatt (MW). Investasi Rp2,6 triliun.

Untuk kebutuhan tersebut, menurut Arwita, dibutuhkan nilai investasi sekitar Rp2,6 triliun. Kemudian lahan yang dibutuhkan kurang lebih 11 hektare, dengan biaya pengolahan sampah atau tipping fee kurang lebih Rp230 miliar per tahun.  

Adapun skema pembiayaan, kata dia, direncanakan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dan dukungan fiskal dari pemerintah pusat. Yakni, viability gap fund yang diberikan Kementerian Keuangan, maksimum 49 persen kepada Pemkot Semarang.

Sedangkan untuk status saat ini, menurut dia, Pemerintah Kota Semarang sedang menunggu project development facilities atau pendampingan dari Kementerian Keuangan.

“Kami berharap project development facility atau PDF ini bisa segera turun dari Kementerian Keuangan. Sehingga bisa segera direviu dokumen perencanaan yang sudah kita susun sebelumnya atas bantuan Bappenas serta dipilih teknologi yang paling tepat,” katanya.

Dari pengolahan sampah tersebut, selain energi listrik yang dihasilkan, ia mengatakan, manfaat utama yang diperoleh masyarakat adalah persoalan sampah di Kota Semarang teratasi. Sehingga dari usaha tersebut, akan diperoleh lingkungan menjadi lebih bersih, sehat, dan bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.

Topik

BERITA TERKAIT