Galon isi ulang. (Foto Antara).
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI), Dr Hermawan Saputra menilai, label ‘Berpotensi Mengandung BPA’ tak perlu disematkan dalam galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Justru yang harus dilakukan, kata Hermawan, adalah pengawasan kualitas air minum dalam kemasan yang dijual di pasaran.“Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terhadap produk-produk AMDK yang sudah terstandarisasi. Apalagi belum ada survei yang menemukan ada masyarakat yang terganggu kesehatannya karena mengonsumsi AMDK yang sudah terstandarisasi,” kata Hermawan, Jakarta, dikutip Jumat (8/11/2024).
Menurut Hermawan yang juga pengamat kebijakan publik, pihaknya lebih tertarik untuk melakukan survei terhadap masyarakat yang mengonsumsi air minum yang dijual di depot-depot air minum isi ulang, ketimbang AMDK yang sudah ber-SNI.
“Kami menemukan banyak kejadian yang dialami masyarakat yang mengonsumsi air minum dari depot air isi ulang. Ada orang yang mengalami diare, kemudian gangguan ISPA, terutama pada bayi dan balita,” ungkapnya.
Darti temuan IAKMI di lapangan, kata dia, terpaparnya penyakit pada masyarakat pengguna air minum isi ulang dari depot-depot itu, bisa jadi disebabkan adanya bakteri di dispenser atau mesin pompa. “Jadi, bukan pada sumber air dalam galonnya tapi pada sanitasi dan higienitas prosesnya,” katanya.
Sebelumnya, Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), membuktikan bahwa migrasi Bisfenol-A (BPA) dari galon polikarbonat berbagai merek, jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan BPOM. Artinya, galon-galon tersebut aman untuk digunakan sebagai kemasan air minum. “Sampai bulan ini kita ada 8 perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA dari galon polikarbonat,” tutur Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono.
Berdasarkan hasil penelitian, kata Roni, migrasi BPA dari galon polikarbonat tidak ada yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sebesar 0,6 bpj. “Kalau yang masuk ke kita, nilainya itu masih dalam batas ambang semua. Kita juga uji tiga kali setiap 10 hari, tetap masih di bawah batas ambangnya,” tuturnya.
“Rata-rata migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang kita teliti itu masih jauh di bawah angka 0,012 bpj, juga ada yang 0,1 bpj. Tapi, semua masih di bawah batas ambang aman yang ditetapkan BPOM,” katanya.
Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin juga menyatakan hasil penelitian terbaru terhadap AMDK galon berbahan polikarbonat tidak menunjukkan adanya kandungan zat berbahaya BPA.
Kelompok Studi Polimer ITB, tambahnya, melakukan penelitian yang menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat.
Dikatakannya, studi tersebut berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler. “Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji,” kata Zainal.