Dipanggil KPK, Febri Diansyah tak Jadi Diperiksa karena Penyidik Cuti Lebaran


Advokat Febri Diansyah memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/3/2025). Febri yang mengenakan kemeja batik berwarna biru tiba di gedung KPK pada pukul 11.37 WIB dan keluar pada 11.49 WIB. 

Namun, ia batal diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap pengurusan anggota DPR RI periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melibatkan tersangka buron Harun Masiku dan advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah. Penyebabnya, sejumlah penyidik KPK sedang cuti.

“Ada informasi dari bagian penyidikan bahwa hari ini sejumlah penyidik sedang cuti. Dan mungkin penyidik yang ada sedang ada tugas lain,” kata Febri kepada awak media saat keluar gedung.

Febri mengaku belum mendapatkan informasi mengenai jadwal pemeriksaan selanjutnya. Ia memperkirakan pemeriksaannya akan dijadwalkan ulang setelah libur Idulfitri 1446 Hijriah.

“Maka jadwal pemeriksaan untuk saya akan di-reschedule. Jadi dijadwal ulang, estimasinya kemungkinan setelah Lebaran,” ujarnya.

Febri menyebut informasi mengenai pemanggilan ulang akan disampaikan kemudian oleh penyidik.

“Dan tadi juga disampaikan nanti menunggu informasi lebih lanjut atau panggilan,” tambahnya.

Hingga saat ini, KPK belum memberikan keterangan resmi terkait pemanggilan Febri, termasuk keterkaitannya dalam pusaran kasus Harun Masiku.

Diketahui, KPK telah menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke meja hijau dalam kasus yang sama.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025), Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Jaksa menyebut Hasto berperan dalam memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 serta meminta Kusnadi membuang ponselnya.

Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap senilai Rp600 juta itu diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina.

Menurut jaksa, suap tersebut bertujuan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sementara itu, KPK masih mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa salah satu aspek yang diperiksa adalah aliran dana pembayaran jasa hukum Visi Law Office, yang diduga berasal dari uang kolektif atau hasil pemerasan terhadap pegawai Kementan.

“Nah, salah satunya karena Visi Law Office ini di-hire oleh SYL sebagai konsultan hukumnya waktu itu, penasihat hukumnya. Nah, kami menduga bahwa uang hasil tindak pidana korupsi SYL itu digunakan untuk membayar,” kata Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).

KPK akan terus menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran hukum dalam pembayaran jasa hukum tersebut, termasuk menelusuri aliran dana yang diterima Febri dan rekan-rekannya.

Pada Rabu (19/3/2025), KPK telah memeriksa advokat Rasamala Aritonang, mantan rekan Febri dalam pendampingan kasus SYL. Setelah pemeriksaan, penyidik KPK menggeledah kantor Visi Law Office di Jl. Metro Pondok Indah SG-26, Jakarta Selatan, dan menemukan sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik (BEE).

Febri membantah bahwa pembayaran kontrak jasa hukum dari SYL berasal dari uang hasil korupsi. Ia menegaskan bahwa dana yang diterima berasal dari kantong pribadi kliennya, sebagaimana telah disampaikan dalam persidangan SYL.

“Sudah jelas dalam proses persidangan Pak SYL beberapa waktu lalu bahwa seluruh klien saya saat itu menegaskan dana yang mereka berikan berasal dari kantong pribadi. Dana yang diberikan pada tahap penyelidikan merupakan iuran mereka bertiga dari dana pribadi,” ujar Febri di Pengadilan Tipikor, PN Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).