Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mencermati film dokumentar ‘Dirty Vote‘ yang fenomenal di masyarakat membongkar desain kecurangan Pemilu 2024. Ada satu sumber yang disoroti dari terjadinya praktik-praktik kecurangan dalam pemilu yang akan digelar pada Rabu (14/2/2024) nanti.
“Ada satu benang merah yang kalau kita perhatikan ternyata merupakan satu kesatuan yang utuh dari sebagian besar berfokus pada pemerintah pusat,” ujar Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta kepada Inilah.com di Jakarta, Senin (12/2/2024) menanggapi film ‘Dirty Vote’ yang dirilis Minggu (11/2/2024).
Kaka mengatakan film yang memperlihatkan politisasi bantuan sosial, kampanye terselubung pejabat publik di berbagai tingkatan, penggunaan fasilitas negara, dan intimidasi pemerintah daerah ada karena mandat pemerintah pusat.
Menurutnya, sebagai aparatur sipil negara, pemerintah desa yang berada pada hierarki terendah menjadi sasaran untuk disalahgunakan oleh pemerintah pusat demi kepentingannya di Pemilu 2024, yaitu memenangkan salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden yang didukung pemerintah pusat.
Iai menilai hal tersebut dapat dilihat saat mobilisasi kepala desa yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat. Bahkan, jika dilakukan oleh pemerintah daerah, penjabat gubernur, serta penjabat wali kota atau bupati saat ini merupakan anggota atau bagian dari pemerintah pusat.
“Kemudian siapa sih yang bisa mengintimidasi kepala desa atau mobilisasi kepala desa? Kalau kita perhatikan itu lebih pada pemerintah pusat. Kalaupun ada pemerintah daerah misalnya melalui vertikal, ya lembaga vertikal bahkan mungkin penjabat di tingkat kabupaten atau kota atau provinsi, itu juga saat ini banyak dikuasai oleh aparatur pemerintah pusat, misalnya Pj gubernur, Pj wali kota, Pj bupati,” ujarnya, membeberkan.
Lebih jauh Kaka mengamati ‘Dirty Vote’ tidak hanya memerlihatkan keburukan pemerintah tapi juga merangkum kejahatan-kejahatan pemilu dalam bentuk lain.
Materi yang dirangkum dalam film karya Dandhy Laksono ini, lanjut dia, bukan informasi baru karena selama ini berita terkait telah disebar oleh organisasi independen atau pakar politik tapi tidak digubris masyarakat.
Dengan begitu, hadirnya ‘Dirty Vote’ dapat menjadi perantara baru untuk masyarakat memahami situasi politik negara saat ini yang kondisi demokrasinya sangat memprihatinkan.
Di masa tenang Pemilu 2024 ini, Kaka menilai karya film ini hadir sebagai negative campaign dan upaya untuk menampilkan penurunan nilai demokrasi Indonesia.
Kaka menganggap bahwa ‘Dirty Vote’ dirilis agar masyarakat dapat mengubah suara mereka saat hari pencoblosan pada Rabu mendatang. Namun, keberhasilan film ini baru akan terlihat setelah penghitungan Pilpres 2024.
‘Dirty Vote’ adalah film dengan tiga Pakar Hukum Tata Negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti yang menampilkan data serta catatan merah Pemilu 2024.
Leave a Reply
Lihat Komentar