Market

Disemprit BEI, Bos Garuda Yakin Delisting Saham Masih Jauh

Masalah pelik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, bukan cuman utang jumbo saja. Kini, saham Garuda terancam dicoret dari lantai bursa.

Mengingatkan saja, saham Garuda yang bersandi GIAA itu, kena suspend dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Juni 2021. Artinya tepaat enam bulan per 18 Desember 2021.

Oh iya, ihwal keputusan BEI mensuspensi saham GIAA, lantaran gagal bayar sukuk global senilai US$500 juta. Pantaslah, keuangan Garuda memang dalam masalah berat. Utang Garuda terus menggunung hingga US$9,8 miliar per triwulan III-2021.

Atas kondisi keuangan yang terus memburuk, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Vera Florida menyampaikan potensi delisting saham Garuda, merujuk pada Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa.

Beleid tersebut menyatakan, bursa berhak menghapus saham Perusahaan Tercatat apabila mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat. Baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka.

Perusahaan Tercatat juga berpotensi delisting jika tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. Ketentuan lainnya yaitu apabila saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Perseroan) telah disuspensi selama 6 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023,” kata Vera dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).

Mengingatkan saja, saham GIAA telah disuspensi sejak 18 Juni 2021, karena penundaan pembayaran Sukuk Global yang telah jatuh tempo. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna bilang, keputusan suspensi saham maskapai pelat merah itu, bukan termasuk sanksi.

Langkah suspensi, menurut Nyoman Yetna, justru upaya BEI dalam melindungi investor atau konsumen. “Penghentian sementara perdagangan efek GIAA bukan merupakan sanksi, melainkan sebuah tindakan perlindungan investor di satu sisi,” kata Nyoman Yetna.

Dia bilang, keputusan suspend ini memberikan kesempatan kepada manajemen Garuda untuk memperbaiki kelangsungan usaha perseroan. Hal ini akan mempercepat GIAA menyelesaikan penyebab dari penghentian sementara sahamnya.

Sementara, Direktur Utama Garuda, Irfan Setiaputra tenang-tenang saja. Dia merasa yakin masalah keuangan yang menimpa Garuda Indonesia bisa diselesaikan. Termasuk gagal bayar sukuk global. “Untuk itu, saat ini kami tengah fokus melakukan upaya terbaik dalam percepatan pemulihan kinerja melalui proses PKPU guna menghasilkan kesepakatan terbaik dalam penyelesaian kewajiban usaha, sehingga nantinya saham Garuda dapat kembali diperdagangkan seperti sedia kala,” kata Irfan, Selasa (21/12/2021).

Irfan menjelaskan, sesuai Informasi BEI, delisting saham dilakukan setelah suspensi saham berlangsung sekurang-kurangnya 24 bulan dari waktu pengumuman suspend. “Adapun saham Garuda Indonesia saat ini telah disuspensi selama 6 bulan berkaitan dengan penundaan pembayaran kupon sukuk,” ujarnya.

Garuda Indonesia akan mengoptimalkan momentum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam mengakselerasikan langkah pemulihan kinerja guna menjadikan Garuda Indonesia sebagai Perusahaan yang lebih sehat, agile dan berdaya saing.

Saat ini, kata Irfan, Garuda Indonesia terus mengakselerasikan upaya restrukturisasinya dengan membangun komunikasi konstruktif dengan para kreditur, lessor maupun stakeholder terkait.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button