Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Bayu Krisnamurthi sebagai direktur utama Bulog, digantikan dengan Wahyu Suparyono. Hal ini telah disepakati pemegang saham untuk menggantikan Bayu Krisnamurthi.
Perubahan itu dikonfirmasi oleh Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso. Ia bilang, pergantian jajaran direksi dilakukan pada sore ini. “Iya, benar,” ucap Arwakhudin, di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Bayu pun mengkonfirmasi kabar pergantian posisinya di pucuk pimpinan Perum Bulog, yang baru ia duduki 10 bulan. “Benar (tidak lagi menjabat Dirut Perum Bulog),” kata dia.
Pencopotan ini tidak terlalu mengejutkan, karena Bulog memang bermasalah selama dipimpin Bayu. Masih belum hilang dari benak publik soal isu kerugian negara akibat kelalaian Bulog dalam pengadaan beras impor. Penyelesaiannya pun belum jelas hingga saat ini.
Dalam dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan, ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complate sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance,” bunyi dokumen itu.
Dalam dokumen itu disebutkan bahwa kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.
“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut bunyi dokumen riviu tersebut.
Tak hanya itu, dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa telah terjadi kendalapada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) di kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan Bulan Desember 2023.
Akibat tidak proper dan kompletnya dokumen impor serta masalah lainnya, telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, Rp 94 miliar dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar menyisakan kejanggalan terkait dengan sistem kerja lintas sektoral antara Bapanas dengan Perum Bulog. Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio menduga ada aroma kuat manipulatif dalam skandal demurrage Rp294,5 miliar yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Bayu Krisnamurthi, selaku bos Bulog kala itu.
Agus mempertanyakan kurangnya koordinasi dan komunikasi antara Bapanas-Bulog hingga menyebabkan demurrage. “Jika koordinasi dilakukan dengan benar dan tepat maka biaya demurrage atau denda impor sebesar Rp294,5 tidak akan pernah ada,” kata dia.
Ribuan Kontainer Beras Tertahan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer berisi beras ilegal dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif yang akhinya buka suara mengenai 26.415 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan.
Dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), di antara ribuan kontainer yang tertahan, beberapa di antaranya berisi beras yang belum diketahui aspek legalitasnya.
“Beras (ilegal) jumlah kontainernya 1.600. Tidak ada, belum ada penjelasan dari Bea Cukai soal (soal legalitas 1.600 kontainer) berisi beras itu,” kata Febri dikutip, Jumat (9/8/2024).
Febri melanjutkan bahwa data kejelasan atas isi 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal tersebut diperlukan dan harus disampaikan gamblang.